Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PBB Khawatir Konflik Myanmar Berakhir Seperti Suriah

Kekerasan di Suriah terjadi setelah Arab Spring pada 2011 yang meminta Presiden Suriah Bashar Al-Assad mundur.
Petugas polisi antihuru hara mengamankan demonstrator saat aksi protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Selasa (2/3/2021). /Antara-Reuters
Petugas polisi antihuru hara mengamankan demonstrator saat aksi protes terhadap kudeta militer di Yangon, Myanmar, Selasa (2/3/2021). /Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi dunia, PBB, mengungkapkan kecemasannya terhadap kondisi Myanmar yang dapat berujung layaknya perang di Suriah.

Dilansir dari Channel News Asia Rabu (14/4/2021), Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mendesak negara-negara untuk segera mengambil tindakan untuk mendorong militer Myanmar menghentikan tindakan penindasan kepada rakyat.

"Saya khawatir situasi di Myanmar sedang menuju konflik besar. Ada gema yang jelas tentang Suriah pada 2011," dia merujuk pada dimulainya perang saudara di Suriah yang selama dekade terakhir telah menewaskan sekitar 400.000 orang dan memaksa lebih dari enam juta orang meninggalkan negara itu.

Kekerasan di Suriah terjadi setelah Arab Spring pada 2011 yang meminta Presiden Suriah Bashar Al-Assad mundur. Peperangan melibatkan pemerintah, pemberontak, dan kelompok militan ISIL.

Pada saat yang sama, protes di Myanmar tak mereda. Kelompok pengunjuk rasa di Myanmar mengoleskan cat merah di jalan-jalan pada Rabu (14/4/2021) untuk melambangkan 700 lebih nyawa yang menjadi korban aksi kudeta junta militer.

Myanmar hampir lumpuh setelah ekonominya terhenti setelah kudeta pada 1 Februari lalu. Bahkan, perayaan festival Thingyan dan perayaan lempar air ditiadakan.

Sebaliknya, pengunjuk rasa telah menggunakan Thingyan sebagai titik berkumpul, karena halte bus dan trotoar disemprot merah pada hari Rabu di kota-kota besar dan kecil di seluruh negeri.

"Tujuan dari jalan berdarah adalah untuk mengingat pejuang yang meninggal dalam pertempuran demokrasi,” kata seorang demonstran.

"Kita seharusnya tidak bahagia pada festival kali ini. Kita harus merasakan kesedihan bagi korban yang terluka dan kita harus melanjutkan perlawanan,” katanya.

Pada bagian bercat merah tersebut, tertulis pula "Semoga diktator militer kita gagal”, "Menggulingkan era ketakutan" dan "darah belum mengering di jalanan".


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper