Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Effendi Gazali, Saat Pakar Komunikasi Politik Terseret Kasus Bansos

CV Hasil Bumi Nusantara sempat disebut-sebut menerima kuota paket pengadaan bantuan sosial. CV itu disebut-sebut terafiliasi dengan Effendi Gazali.
Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali menyampaikan keterangan pers sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/3/2021). Effendi Gazali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan Bantuan Sosial untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020./Antara rn
Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali menyampaikan keterangan pers sebelum menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/3/2021). Effendi Gazali diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan Bantuan Sosial untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020./Antara rn

Bisnis.com, JAKARTA - Nama Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali terseret dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial Covid-19 yang menjerat Eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Pada Kamis (25/3/2021) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun memeriksa Effendi Gazali dalam kasus dugaan suap bantuan sosial Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek yang menjerat eks Menteri Juliari Peter Batubara. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Matheus Joko Santoso.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, nama CV Hasil Bumi Nusantara sempat disebut-sebut menerima kuota paket pengadaan bantuan sosial. CV itu disebut-sebut terafiliasi dengan Effendi Gazali.

CV Hasil Bumi Nusantara disebut-sebut mendapat kuota penyedia bansos tahap I sejumlah 162.250 kantong. Nilai kontraknya mencapai Rp48.675.000.000. Setidaknya terdapat 109 rekanan penyedia bansos bahan kebutuhan pokok atau sembako untuk wilayah Jabodetabek.

Secara total terdapat 14 tahap paket kontrak yang dikerjakan oleh ratusan rekanan tersebut. Masing-masing rekanan mendapat kuota dan nilai paket yang berbeda, mulai dari puluhan juta hingga ratusan miliar rupiah.

Dari temuan awal, KPK baru menemukan PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga telah menyetor fee sebesar Rp10 ribu per paket bansos kepada bekas Menteri Sosial Juliari Batubara dan pejabat Kemensos.

Ihwal informasi dirinya menerima paket pengadaan bansos dan terafilasi dengan CV Hasil Bumi, Effendi membantahnya. Dia mengaku tak tahu menahu soal CV Hasil Bumi Nusantara.

Effendi bahkan mengklaim bahwa informasi soal keterkaitannya dengan CV Hasil Bumi dan mendapat kuota bansos sudah dikonfirmasi ke penyidik KPK, dan tidak benar adanya.

"Dia mengonfirmasi bahwa nama saya tidak pernah ada pada BAP Mateus Joko sebelumnya. KPK punya nama semua PT vendor dan berapa angka-angkanya. Tidak benar ada kuota dengan angka 162.250 itu," bantah Effendi.

Beri Rekomendasi

Secara terpisah, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menjelaskan penyidik menelisik soal rekomendasi salah satu vendor yang diusulkan oleh Effendi Gazali lewat tersangka Adi Wahyono untuk mengikuti pengadaan Bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kemensos RI.

"Effendi Gazali (Wiraswasta) didalami pengetahuannya terkait pelaksanaan pengadaan bansos di Kemensos tahun 2020 antara lain terkait adanya dugaan rekomendasi salah satu vendor yang diusulkan oleh saksi melalui tersangka AW (Adi Wahyono) untuk mengikuti pengadaan Bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kemensos RI," kata Ali, Jumat (26/3/2021).

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara dan empat tersangka lainnya sebagai tersangka suap terkait program bantuan sosial penanganan virus corona (Covid-19)

Keempat tersangka lainnya dalam kasus ini adalah, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, serta Ardian I M dan Harry Sidabuke selaku pihak swasta.

Selaku penerima, Juliari, Adi dan Matheus dijerat Pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, selaku pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper