Bisnis.com, JAKARTA - Lebih dari 41.000 orang di Jepang masih harus mengungsi dari tempat tinggalnya sepuluh tahun telah berlalu sejak gempa besar dan tsunami mengguncang timur laut negara tersebut.
Melansir Perusahaan Penyiaran Jepang (Nippon Hoso Kyokai/NHK) pada Jumat (12/3/2021), Pemerintah Jepang mencatat sebagian besar dari pengungsi itu berada di wilayah Fukushima, dekat dengan PLTN Fukushima Daiichi yang mengalami kerusakan parah.
Tiga reaktor di PLTN tersebut mengalami pelelehan dan dianggap sebagai kecelakaan nuklir terburuk sejak insiden Chernobyl. Bahkan satu dekade setelahnya, beberapa kota di Fukushima masih dinyatakan sebagai daerah yang dilarang masuk.
Pemerintah Jepang dan pengelola PLTN, Perusahaan Tenaga Listrik Tokyo (TEPCO), memperkirakan pekerjaan pembongkaran PLTN tersebut akan rampung pada 2051.
Salah satu tantangan terbesar adalah cara membuang puing-puing yang mengandung zat radioaktif dari dalam reaktor yang masih memiliki tingkat radiasi yang sangat tinggi. TEPCO, selaku pengelola PLTN memperkirakan puing-puing tersebut mencapai 880 ton.
Perusahaan itu berencana untuk mulai menyingkirkan puing-puing tersebut pada tahun ini, tetapi prosesnya tertunda setidaknya selama setahun akibat pandemi virus corona.
Tantangan lainnya adalah langkah yang harus diambil terkait 1,2 juta ton air limbah terkontaminasi yang tersimpan di PLTN tersebut dalam kurun waktu 10 tahun setelah bencana.
Air yang digunakan untuk mendinginkan bahan bakar nuklir yang meleleh tersebut masih mengandung tritium dan sejumlah zat radioaktif lainnya. Pemerintah masih belum memutuskan metode pembuangannya.
TEPCO dan pemerintah juga harus mengatasi limbah radioaktif dalam jumlah yang sangat besar yang dihasilkan saat pekerjaan pembongkaran.
PLTN ini telah menghasilkan 470.000 meter kubik limbah semacam itu yang disimpan di dalam PLTN. Belum ada perkiraan terkait seberapa banyak limbah yang akan dihasilkan saat pekerjaan pembongkaran rampung.