Bisnis.com, JAKARTA – Hari ini, Selasa (2/3/2021), setahun sudah Virus SARS-CoV-2 beredar di Indonesia. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk memerangi pandemi Covid-19.
Pada 2 Maret 2020, tercatat dua kasus pertama Covid-19 ada di Indonesia. Kala itu, Presiden Joko Wododo mengumumkan dua kasus tersebut di halaman Istana, Medan Merdeka.
Dua orang yang positif Covid-19 tersebut adalah perempuan berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun yang diduga tertular Covid-19 setelah berinteraksi dengan seorang warga Jepang yang berkunjung ke Indonesia.
Alih-alih gencar melakukan pengetatan pencegahan penyebaran Virus Corona, pemerintah, terutama Menteri Kesehatan saat itu, Terawan Agus Putranto menyarankan masyarakat agar tidak panik.
Saat itu, masyarakat yang mengenakan masker cukup yang sakit saja. Walaupun, pada akhirnya warga tetap panik, bahan makanan diborong, masker dan hand sanitizer langka di mana-mana, pun ada harganya selangit.
Berdasarkan keterangan Kementerian Kesehatan, orang yang terpapar virus ini bisa mengalami gejala antara lain batuk terus menerus, demam tinggi, anosmia atau kehilangan indera perasa dan penciuman, sakit kepala, sakit tenggorokan, nyeri otot, diare, sesak napas, sakit dada, dan beberapa gejala lainnya.
Baca Juga
Menurut laporan Office for National Statistics (ONS), penderita Covid-19 paling banyak melaporkan gejala paling ringan adalah anosmia.
Kasus Covid-19 pun terus merangkak naik hingga 1 Maret 2021 tercatat sudah mencapai 1.341.314 kasus, 1.151.915 di antaranya sembuh dan 36.325 orang meninggal dunia.
Di seluruh dunia, berdasarkan data worldometers.info tercatat 114.995.381 orang terinfeksi Virus Corona, dengan 90.721.225 orang di antaranya sembuh dan total 2.550.296 orang meninggal dunia.
Upaya-Upaya Pemerintah
Pemerintah akhirnya mulai melakukan kampanye 3: mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak 1-2 meter dengan orang lain.
Pemerintah juga membangun Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang kemudian berganti nama menjadi Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Selain itu, diberlakukan aturan-aturan pembatasan, seperti Pembatasan Sosial Bersaka Besar (PSBB), PSBB transisi, PPKM, dan PPKM mikro, alih-alih melakukan lockdown seperti di negara-negara lain.
Pada 10 April 2020, PSBB pertama kali diberakukan di DKI Jakarta. Tidak melakukan lockdown dinilai menjadi langkah tepat agar perekonomian tetap bisa berjalan.
Pada pelaksanaannya kegiatan perkantoran, makan minum di restoran, perdagangan di mal dan pasar dibatasi. Sekolah, bioskop, tempat rekreasi, taman kota, sarana olahraga, dan tempat resepsi pernikahan dibatasi, bahkan sempat sampai ditutup total
Pembatasan ketat bergulir sampai tiga putaran, masing-masing selama 14 hari. Sampai pada 5 Juni 2020, Pemerintah Provinsi DKI melonggarkan pembatasan dengan menerapkan PSBB transisi, tempat-tempat umum dibuka dengan kapasitas terbatas.
PSBB transisi kemudian bergulir lima kali, sampai akhirnya pada 14 September 2020 diberlakukan pengetatan kembali, karena kasus Covid-19 tak terbendung.
Mulai 14 September 2020 itu pula, tak hanya di DKI Jakarta, tapi hampir di seluruh daerah melakukan Operasi Yustisi. Petugas membubarkan kerumunan dan melakukan patroli pelanggar 3M.
Operasi tersebut dilaksanakan serentak di Indonesia dan melibatkan 49.947 personel gabungan dengan perincian 25.909 aparat kepolisian, 9.511 anggota TNI, 11.212 personel Satpol PP, dan 3.315 personel lainnya.
Selain PSBB, pemerintah juga kemudian melakukan pembatasan perjalanan, termasuk untuk pelaku perjalanan baik di dalam negeri, antarkota, antarprovinsi, hingga dari luar negeri setelah munculnya mutasi Virus Corona.
Selanjutnya, setelah adanya lonjakan kasus usai liburan Natal 2020 dan Tahun Baru 2021, pemerintah memutuskan untuk melakukan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada 11 - 25 Januari 2021 dan dilanjutkan selama tiga pekan sebelum memberlakukan PPKM mikro.
Pada PPKM mikro, pemerintah bekerja sama dengan seluruh pihak hingga ke tingkat RT/RW untuk membatasi kegiatan masyarakat, terutama di tujuh Provinsi di Pulau Jawa dan Bali.
Sementara, aturan-aturan pembatasan kegiatan masyarakat tersebut berjalan, pemerintah juga sudah mulai melakukan vaksinasi, yang saat ini sudah memasuki tahap dua untuk diberikan kepada petugas publik.
Presiden Joko Widodo menargetkan vaksinasi Covid-19 bisa selesai dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, atau lebih cepat dari target Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, yaitu 15 bulan.
"Kalau di seluruh dunia, perkiraan vaksinasi akan selesai 3,5 tahun. Tapi, di negara kita kemarin mendapatkan informasi dari Pak menteri 15 bulan, masih saya tawar kurang dari setahun harus selesai," ujarnya beberapa waktu lalu.
Seorang tenaga kesehatan merapikan APD saat menunggu giliran waktu bertugas di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Selasa (2/3/2021). Hingga satu tahun berselang, pada 1 Maret 2021, pemerintah mencatat ada 1.341.314 kasus positif Covid-19 di Indonesia sejak pengumuman kasus pertama. Dari jumlah kasus tersebut, 1.151.915 orang diantaranya telah dinyatakan sembuh sementara 36.325 orang lainnya meninggal dunia/Antara
Masih Banyak PR
Sampai 2 Maret 2021, Indonesia berada di posisi 18 dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia. Indonesia juga berada di urutan ke 17 di dunia dengan angka kematian tertinggi.
Ditambah lagi, tepat setahun ini Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan situasi pandemi Covid-19 di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Pemerintah mengidentifikasi dua mutasi kasus mutasi Virus Corona SARS-CoV-2 B117 yang berasal dari Inggirs di Tanah Air pada Senin (1/3/2021) malam.
“Artinya apa? Kita akan menghadapi pandemi ini dengan tingkat keseriusan yang semakin berat,” kata Dante dalam peringatan satu tahun pandemi Covid-19 secara semi virtual pada Selasa (2/3/2021).
Adapun temuan mutasi itu berasal dari laporan pemeriksaan terhadap 462 Whole Genome Sequence (WGS) virus SARS-CoV-2 yang berasal dari Indonesia yang telah dikirimkan ke GISAID untuk diteliti data genetik virus tersebut.
“Ini membuat tantangan baru ke depan untuk mengembangkan riset yang lebih cepat, model-model penanganan yang lebih baik, studi epidemiologi secara analitis, karena proses mutasi ini sudah ada di sekitar kita,” tuturnya.
Penanganan Covid-19 di Indonesia berkaitan dengan kinerja 3T: testing, tracing, dan treatment masih naik turun. Meskipun angka total tes urutan nomor 20 di dunia, sebanyak 10.834.875 tes, namun angka tes per sejuta penduduk masih rendah, rata-rata baru 39,336 atau berada di urutan 158 di dunia.
Walaupun angka tes sudah menembus anjuran WHO minimal 38.500 tes per hari, salah satu kendala yang dihadapi adalah mayoritas tes di DKI Jakarta. Berdasarkan data KawalCovid19 per 28 Februari 2021, sebanyak 52 persen tes ada di DKI Jakarta.
Artinya, testing di Indonesia masih belum merata. Belum lagi, hasil tes swab PCR, sebagai golden standard untuk deteksi Covid-19, saat ini rata-rata tidak bisa selesai dalam sehari. Sehingga, ada kemungkinan masih banyak kasus Covid-19 yang tak terdeteksi.
Testing di Indonesia sempat membaik pada awal 2021. Rata-rata jumlah orang yang dites pada Januari sempat mencapai 40.184 orang, sebelum kemudian kembali merosot pada Februari menjadi 36.993.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, hal itu terjadi karena beberapa kemungkinan. Pertama, karena adanya periode liburan panjang beserta akhir pekan Imlek, sehingga beberapa laboratorium libur dan tidak melapor.
Kedua, perbaikan pada sistem, sehingga banyak data testing dan kasus Covid-19 terkonfirmasi yang tidak tercatat.
Ketiga, memang karena jumlah tes turun drastis.
Dari sisi tracing atau pelacakan juga lemah. Berdasarkan catatan Pandemic Talks, Rasio Lacak Isolasi (RLI) Indonesia hanya 1,19 dibandingkan dengan rekomendasi WHO sampai dengan lebih dari 30. Artinya, setiap kasus positif hanya dilakukan pelacakan pada 3 orang.
“RLI ini turun dari rapor 10 bulan pada Desember 2020 lalu, yaitu 1,48. Testing dan tracing yang lemah akan membuat bias atau ilusi dalam hal analisa data dan penentuan kebijakan,” tulis Pandemic Talks, Selasa (2/3/2021).
Sementara itu, KawalCovid19 juga mencatat RLI tertinggi di Indonesia ada di Provinsi Riau dan Kalimantan Barat. Di kedua provinsi tersebut, RLI lebih dari 5. Artinya, setiap satu orang positif Covid-19, ada 5-6 orang yang dilakukan pelacakan.
Namun, masih ada beberapa provinsi yang RLI-nya nol, yaitu Bali, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, dan Papua Barat. Hal ini bisa terjadi karena memang tidak dilakukan pelacakan atau karena tidak terdapat data suspek atau kontak erat yang dapat digunakan untuk perhitungan RLI.
Selanjutnya, dari sisi penanganan atau treatment, tingkat kesembuhan Indonesia menunjukkan masih lebih rendah dari negara-negara lain di Asia Tenggara yang rata-rata kesembuhannya di atas 90 persen.
Kemudian, meskipun sudah melakukan PPKM mikro, nyatanya kasus aktif di Indonesia masih di atas 150.000-an, yang membuat rata-rata keterisian rumah sakit rujukan (bed occupancy rate/BOR) masih di angka 63,2 persen. Jumlah itu masih di atas rekomendasi WHO agar BOR di bawah 60 persen.
Tingginya tingkat keterisian ini juga membuat ratusan tenaga kesehatan menjadi korban. Tercatat sampai Februari 2021 sudah ada 764 tenaga kesehatan meninggal dunia.
Dari jumlah tersebut, 38,9 persen atau 297 di antaranya terjadi hanya di sepanjang Januari – Februari 2021.
Perincian tenaga kesehatan yang meninggal yaitu 317 orang dokter, 33 orang dokter gigi, 264 perawat, 108 bidan, 17 ahli teknologi laboratorium medis, 2 terapis gigi, 6 petugas rekam radiologi, 2 sopir ambulans, 2 tenaga farmasi, 3 petugas elektromedik, 5 orang sanitarian, 7 apoteker, 1 fisikawan medik, 2 epidemiolog, 1 epidemiolog kesehatan, dan 20 orang tenaga kesehatan kategori lainnya.
Selanjutnya, dari tren kepatuhan masyarakat melaksanakan 3M, masih banyak yang harus diperbaiki.
Satgas Penanganan Covid-19 mencatat kepatuhan masyarakat menjaga jarak masih lebih rendah dibandingkan dengan kepatuhan menggunakan masker.
Data Satgas per 24 Februari 2021, tercatat kepatuhan masyarakat memakai masker di angka 89,35 persen. Sementara, yang patuh menjaga jarak 88,39 persen.
Tren ini sudah mulai naik selama 2021, diperkirakan karena pemberlakuan PPKM mikro di beberapa daerah. Namun, beberapa lokasi rawan kerumunan tetap perlu perhatian.
Petugas kesehatan memanggil calon penerima vaksin Covid-19 saat vaksinasi massal tahap kedua di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (2/3/2021). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan vaksinasi Covid-19 tahap kedua yang mencapai 38,5 juta orang dengan sasaran petugas pelayanan publik sebanyak 17 juta orang dan masyarakat berusia lanjut (lansia) sebanyak 21,5 juta orang tersebut akan rampung pada bulan Juni mendatang/Antara
Vaksinasi Lambat
Kendati vakasinasi Covid-19 sudah tahap dua dengan target petugas publik, namun lajunya terlalu lambat untuk mencapai target Presiden Joko Widodo, selesai kurang dari setahun.
Total target pemerintah untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity adalah menyuntikkan vaksin pada 181,5 juta orang. Artinya, apabila targetnya selesai pada Maret 2022, harusnya vaksin bisa disuntikkan kepada kurang lebih 1 juta orang per hari.
Sementara, untuk menyelesaikan target penyuntikan vaksin pada tenaga kesehatan sebanyak 1,46 juta orang, pemerintah membutuhkan waktu 2 bulan. Dan sampai dengan 28 Februari 2021, total penduduk Indonesia yang sudah mendapat dua dosis vaksin baru 998.439 orang.
Berdasarkan perkiraan melalui situs vaksinasicovid.today, apabila laju ini konstan, Indonesia baru akan bisa selesai vaksinasi 70 persen penduduk pada 18 November 2032 atau 11 tahun lagi.
Beberapa upaya percepatan vaksinasi juga sudah dilakukan, antara lain dengan melakukan vaksinasi massal dan datangnya bantuan dari pengusaha lewat Vaksin Gotong Royong, yang merupakan program vaksinasi dengan melibatkan perusahaan swasta.
Aturan terkait Vaksinasi Gotong Royong tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 10/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 pada program ini akan dilakukan kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga. Adapun, pendanaan vaksinasi ini ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha penyelenggara.
Rencana vaksin yang akan digunakan untuk program ini akan datang pada bulan ini. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani berharap proses vaksinasi gotong royong dapat dimulai pada April seperti rencana awal.
Namun, pihak penyelenggara masih menanti izin darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Harapan kami izin penggunaan segera keluar dan fatwa halal dari MUI segera terbit sehingga April vaksinasi bisa dimulai. Sinopharm sendiri sudah dipakai di banyak negara-negara berpenduduk Islam di Timur Tengah,” kata Rosan.