Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil turut berkomentar terkait isu yang sedang ramai diperdebatkan saat ini yaitu tentang radikal dan radikalisme.
Gubernur yang akrab disapa kang Emil mengatakan bahwa tidak semua yang berlabel radikal itu negatif.
"Tidak semua berlabel radikal itu negatif. Konsep robot menggantikan kerja manusia itu contoh radikal yang tidak negatif. Dan tidak semua yang berpikir kritis kepada pemerintah itu artinya ia radikal," kata Emil melalui cuitannya pada Rabu (17/2/2021).
Lebih lanjut, dia menyatakan masalah yang sebenarnya jadi ancaman dalam konteks bernegara ialah jika ada pemikiran atau perbuatan ekstrem yang ingin mengubah ideologi negara. Menurutnya, hal itulah yang seharusnya dilawan.
"Itu baru radikal yang pasti dilawan oleh sistem ideologi eksisting," ujarnya.
Dia mencontohkan bentuk perbuatan radikal yang harus dilawan ialah seperti mencoba mengganti ideologi Pancasila yang merupakan kesepakatan sejarah bangsa ini.
Baca Juga
"Radikal kiri mau mengganti Pancasila dengan komunisme, atau radikal kanan ingin mengganti Pancasila dengan khilafah. Karenanya Pancasila harus selalu kita jaga," ucap Emil.
Mantan Wali Kota Bandung ini pun mengajak semua pihak untuk tetap dapat menyampaikan kritik tanpa harus disertai dengan caci maki.
"Mari tetap kritis terhadap semua dimensi hidup ini, penuh dengan argumentasi tanpa harus dibumbui caci maki. Sangat boleh tidak setuju," ujarnya.
Sedang ramai perdebatan tentang radikal & radikalisme. Tdk semua berlabel radikal itu negatif. Konsep robot menggantikan kerja manusia itu contoh radikal yg tidak negatif. Dan tidak semua yg berpikir kritis kpd pemerintah itu artinya ia radikal.
— ridwan kamil (@ridwankamil) February 16, 2021
[baca utas sampai tuntas]
[1/4] pic.twitter.com/1QEqF5vgMP
Adapun, polemik terkait radikalisme ini mencuat setelah adanya pelaporan dari Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB (GAR ITB) terhadap Din Syamsuddin yang merupakan dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
GAR-ITB melaporkan Din Syamsuddin kepada Komisi Aparat Sipil Negara (KASN) dengan tuduhan radikal, anti-Pancasila dan anti-NKRI. Laporan itu dilayangkan pada Oktober 2020.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyebut Din Syamsuddin sebagai sosok yang kritis, bukan radikalis.
“Saya tidak setuju jika seseorang langsung dikatakan radikal. Kritis beda dengan radikal. Berpolitik memang bisa jadi pelanggaran seorang ASN. Namun soal lontaran kritik sah-sah saja sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa kritik itu tidak dilarang,” kata Menag dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (13/2/2021).
Menag juga meminta semua pihak untuk tidak mudah memberikan label radikal kepada seseorang atau kelompok. Masyarakat juga diimbau tidak memberikan predikat negatif tanpa dukungan data dan fakta yang memadai berpotensi merugikan pihak lain.