Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah KH Muhammad Cholil Nafis angkat bicara menanggapi kriteria penceramah radikal yang disebut oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Melalui cuitannya di akun Twitter, Cholil mengatakan bahwa MUI sepakat bahwa penceramah yang membangkang negara dan anti Pancasila memang patut diwaspadai.
Namun demikian, pihaknya juga tidak sepakat jika kriteria radikal tersebut justru digunakan untuk melabeli mereka yang mengkritik pemerintah.
"Ya. Kita tak suka penceramah yang membangkang negara dan anti pancasila yang itu pasti melanggar hukum Islam dan hukum nasional kita, tapi jangan sampai yang amar ma’ruf dan nahi munkar karena mengkritik pemerintah lalu disebut radikal," tulisnya.
Ciri-ciri penceramah radikal menurut BNPT
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT Jenderal Ahmad Nurwakhid mengingatkan masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih penceramah saat mengisi kegiatan keagamaan.
Sebab, radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme yang terjadi selama ini.
“Sejak awal kami (BNPT) sudah menegaskan bahwa persoalan radikalisme harus menjadi perhatian sejak dini, karena sejatinya radikalisme adalah paham yang menjiwai aksi terorisme. Radikalisme merupakan sebuah proses tahapan menuju terorisme yang selalu memanipulasi dan mempolitisasi agama,” katanya dikutip dari Antara.
Ia menyebut setidaknya ada lima indikator untuk menilai penceramah radikal.
Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Dan kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.
“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan keragaman,” katanya.