Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa negaranya akan mengakui negara Palestina pada September 2025, di tengah meningkatnya tekanan terhadap Israel terkait krisis kemanusiaan di Gaza.
“Sejalan dengan komitmen historis Prancis terhadap perdamaian yang adil dan abadi di Timur Tengah, saya telah memutuskan bahwa Prancis akan mengakui Negara Palestina,” ujar Macron dalam unggahan di media sosial yang dikutip dari Bloomberg pada Jumat (25/7/2025).
Pengumuman resmi tersebut akan disampaikan dalam rangkaian Sidang Umum Tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berikutnya yang digelar di New York, tambahnya.
Pernyataan Macron memicu reaksi keras dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menolak pembentukan negara Palestina. Netanyahu menilai operasi militer Israel di Gaza diperlukan untuk melumpuhkan Hamas, kelompok militan yang dituding membunuh 1.200 orang dan menculik sekitar 250 lainnya dalam serangan 7 Oktober 2023.
Dari jumlah tersebut, sekitar 50 orang masih ditahan di Gaza, dengan Israel meyakini sekitar 20 orang masih hidup.
“Kami mengecam keras keputusan Presiden Macron yang mengakui negara Palestina di tengah tragedi 7 Oktober,” ujar Netanyahu dalam pernyataan di media sosial.
Baca Juga
Menurutnya, Langkah Prancis memberikan hadiah bagi terorisme dan berisiko menciptakan proksi Iran lainnya, sebagaimana terjadi di Gaza.
Sebagai catatan, Hamas telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Macron semakin vokal terhadap serangan militer Israel yang terus berlangsung di Gaza serta pembatasan terhadap bantuan kemanusiaan yang masuk ke wilayah tersebut. Laporan dari sejumlah organisasi internasional menunjukkan kondisi warga yang kian memburuk, mulai dari bayi kekurangan gizi, antrean panjang untuk makanan, hingga perebutan bantuan berupa tepung.
“Sebanyak 2,1 juta orang yang terperangkap di zona perang Gaza kini menghadapi ancaman baru selain bom dan peluru: kelaparan,” kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Konferensi di New York
Sejak tahun lalu, Macron telah menyampaikan bahwa Prancis—negara dengan komunitas Yahudi dan Muslim terbesar di Eropa—membuka peluang untuk mengakui negara Palestina. Ia bahkan sempat merencanakan konferensi bersama Arab Saudi di New York pada Juni lalu untuk membahas hal tersebut, namun dibatalkan akibat eskalasi militer antara Israel dan Iran.
Pejabat Prancis dan Saudi kini dijadwalkan memimpin konferensi tingkat menteri pekan depan di New York untuk membahas pengakuan terhadap Palestina. Namun, Departemen Luar Negeri AS memastikan bahwa Amerika Serikat tidak akan ambil bagian dalam konferensi tersebut.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengungkapkan bahwa keputusan Macron telah disampaikan secara resmi kepada Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas melalui surat, yang diantar langsung oleh Konsul Prancis di Yerusalem.
Meski sejumlah negara Barat kian lantang mengkritik Israel atas dampak serangan terhadap warga sipil di Gaza, belum ada anggota G7 selain Prancis yang mengambil langkah konkret untuk mengakui Palestina sebagai negara. Spanyol, Irlandia, dan Norwegia tercatat sebagai beberapa negara Barat yang telah lebih dulu mengakui Palestina.
Pengumuman Macron juga memberikan tekanan tambahan terhadap Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, yang mendapat desakan dari sejumlah anggota senior pemerintahannya untuk mengikuti jejak Prancis.
Dalam pernyataannya pada Kamis, Starmer menyebut bahwa “kenegaraan adalah hak tak terpisahkan rakyat Palestina” dan gencatan senjata dapat menjadi jalan menuju pengakuan. Namun, ia belum menetapkan tenggat waktu yang pasti.
Di sisi lain, perundingan gencatan senjata di Gaza kembali menemui jalan buntu pada Kamis, setelah delegasi AS dan Israel menarik diri dari meja perundingan.