Bisnis.com, JAKARTA - Siapa yang bisa membedakan kritik dan pujian? Mana yang lebih bermanfaat?
Presiden keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY melalui cuitannya di Twitter berujar soal kritik dan pujian tersebut.
SBY mengibaratkan kritik seperti obat yang terasa pahit. Sedangkan pujian bak gula yang rasanya manis.
Demikian diibaratkan SBY pada cuitannya di akun Twitter, Sabtu (13/2/2021).
SBY mengatakan obat terasa pahit, tetapi bisa mencegah atau menyembuhkan penyakit. Jika obat dan dosisnya tepat, kata SBY, seseorang yang mengonsumsinya akan menjadi sehat.
"Obat itu rasanya "pahit". Namun bisa mencegah atau menyembuhkan penyakit. Jika obatnya tepat dan dosisnya juga tepat, akan membuat seseorang jadi sehat," cuit SBY.
Baca Juga
SBY mengatakan kritik seperti obat yang terasa pahit. Menurut dia, seseorang yang dikritik pun bisa merasa sakit. Namun di sisi lain, SBY menilai kritik dapat mencegah terjadinya kesalahan.
"Kritik itu laksana obat dan yang dikritik bisa "sakit". Namun kalau kritiknya benar dan bahasanya tidak kasar, bisa mencegah kesalahan," kata SBY.
Kebalikan dari obat yang pahit, SBY menyinggung gula yang rasanya manis. Meski manis, kata SBY, gula yang dikonsumsi berlebihan dapat mendatangkan penyakit.
"Sementara, pujian dan sanjungan itu laksana gula. Jika berlebihan dan hanya untuk menyenangkan, justru bisa menyebabkan kegagalan," tulis SBY dalam cuitan keduanya.
Di akhir setiap cuitan, tertera *SBY* yang berarti cuitan itu berasal dari dirinya langsung.
SBY tak menjelaskan lebih lanjut konteks dari cuitannya ini. Namun belakangan ini, masalah kritik-mengkritik ramai dibicarakan setelah pidato Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2020 pada Senin lalu, 8 Februari 2021.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi meminta agar masyarakat lebih aktif menyampaikan masukan dan kritik kepada pemerintah. Kritik, kata Jokowi, salah satunya dapat disampaikan melalui Ombudsman RI.
"Masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik masukan ataupun potensi maladministrasi dan para penyelenggara pelayanan publik juga harus terus meningkatkan upaya-upaya perbaikan perbaikan," kata Jokowi.
Pernyataan Presiden Jokowi ini menuai pelbagai respons dari banyak pihak. Mantan dosen filsafat Universitas Indonesia Rocky Gerung menilai ucapan Jokowi paradoks dengan kenyataan yang terjadi.
Menurut Rocky, Jokowi seolah menutup mata akan berbagai kasus pembungkaman kebebasan berpendapat yang selama ini terjadi.
Ia menyinggung adanya serangan pendengung atau buzzer pro-kekuasaan dan ancaman UU ITE yang membayangi para pengkritik kebijakan pemerintah.