Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Isu Kudeta AHY: Pertarungan 'Wangsa SBY' vs Faksi Partai Demokrat

Isu kudeta yang dilontarkan oleh Agus Harimurti Yudhoyono semakin memperuncing konflik dan perpecahan di internal Partai Demokrat.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti memberikan keterangan pers di kantor DPP Partai Demokrat , Jakarta, Senin (1/2/2021). AHY menyampaikan adanya upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, di mana gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA -- Internal Partai Demokrat tiba-tiba memanas. Ada isu pengkhianatan dan dugaan keterlibatan istana untuk mendongkel posisi Agus Harimurti Yudhoyono dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat.

Isu itu dilontarkan oleh AHY. Dia dalam pidatonya dua hari lalu begitu mantap menyebut ada segelintir orang, kader, dan orang dekat istana yang merencanakan 'kudeta' kepada dirinya. 

“Non partai ada seorang pejabat tinggi pemerintahan, kami minta klarifikasi ke Presiden Joko Widodo,” katanya waktu itu.

Tuduhan itu merujuk ke Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan. AHY kemudian mengirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengklarifikasi ihwal adanya orang istana dalam 'pemufakatan jahat' tersebut. Meskipun pihak istana menanggapi tuduhan mas Agus itu dengan santai.

"Jadi pemimpin itu yang kuat, jangan mudah baperan," begitu kira-kira nasihat dari Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, mantan Kasad dan Panglima TNI era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kepada anak sulung mantan bosnya tersebut.

Moeldoko, yang memang orang dekat istana itu juga memastikan Presiden Jokowi tak ada keterlibatan dalam peristiwa tersebut. Bahkan, menurutnya, kalaupun ada kudeta, itu terjadi dari internal partai politik dalam hal ini Partai Demokrat bukan eksternal.

"Kudeta ya dari internal lah," tegasnya.

Terlepas bagaimana ending dari Demokrat vs Istana tersebut, isu kudeta yang sengaja digulirkan oleh AHY dan Partai Demokrat faksi SBY, juga harus dilihat dalam dua kacamata politik.

Pertama, isu ini memang sengaja digulirkan untuk membendung adanya upaya pelengseran AHY, yang saat ini menjadi putra mahkota SBY. Kedua, menguji kesetiaan kader. Bagaimanapun, di internal partai Demokrat, masih ada faksi yang tampaknya tak sreg dengan AHY dan berpotensi menggerus kekuasaan 'Keluarga SBY'.

Kalau tergerus, itu artinya mimpi-mimpi untuk menjadikan AHY sebagai pemimpin masa depan, bahkan presiden pada pemilu 2024 bisa terkubur sia-sia alias musnah. Dan jika hal itu terjadi, bisa jadi ini akan menjadi akhir perjalanan politik 'Wangsa SBY' di Partai Demokrat bahkan kancah politik nasional.

SBY, sebagai politisi senior dan elit partai, tentu tak bisa membiarkan hal itu terjadi. Kalau kata pengamat politik Hanta Yuda, dia perlu melakukan tindakan terukur, untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bisa menggerus soliditas partai. 

Apalagi, partai Demokrat memang identik dengan keluarga SBY. Usai kubu Anas Urbaningrum, termasuk Gede Pasek Suardika, hengkang dan dihengkangkan dari partai berlambang mercy tersebut, terakhir Max Sopacua, nyaris kekuasaan keluarga SBY makin kuat.

Tengok saja struktur PD saat ini, Majelis Tinggi Partai saat ini dipegang oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketua Umum PD Agus Harimurti Yudhoyono dan Wakil Ketua Umumnya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Bayangkan tiga posisi kunci yang menentukan nasib partai diisi oleh bapak dan anak. 

Konon, dominasi inilah yang tak disenangi oleh sebagian mantan politisi dan politisi senior Partai Demokrat. Bagaimanapun Demokrat didirikan bukan atas nama satu orang atau satu keluarga, tetapi punya semua kader partai.

Dalam hal ini, isu kudeta yang dari kacamata AHY, bisa jadi benar karena bagaimanapun dia adalah Ketua Umum yang dipilih secara sah. Tetapi, bagi faksi lainnya, di tengah iklim demokrasi, perebutan kekuasaan adalah suatu yang wajar dan sudah menjadi risiko. Asalkan dilakukan dengan cara demokratis.

Toch Golkar, PPP, dan Partai Berkarya sudah melalui itu, bagaimana dengan Demokrat? 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper