Bisnis.com, JAKARTA - Dua orang terluka dan tengah dalam kondisi kritis setelah demonstrasi besar di Yangon, Myanmar. Seorang wanita bahkan tertembak di bagian kepala setelah polisi menggunakan senjata api untuk memukul mundur para pengunjuk rasa.
Dilansir dari South China Morning Post, Rabu (10/2/2021), petugas khusus PBB Tom Andrews mengutuk tindakan polisi yang menggunakan kekerasan dalam menghadapi pengunjuk rasa.
Dia mengatakan tembakan polisi telah melukai seorang wanita. Bukti gambarnya telah menyebar secara online, memicu respons kesedihan dan kemarahan.
“Mereka dapat menembak seorang wanita muda, tetapi mereka tidak dapat mencuri harapan dan ketetapan hati masyarakat yang telah memiliki tekad. Dunia membela solidaritas untuk pengunjuk rasa di Myanmar,” tulisnya.
Seorang dokter di Naypyidaw mengkonfirmasi penggunaan senjata hingga membuat dua orang terluka parah. Wanita yang ditembak di bagian kepala saat ini sedang dalam kondisi kritis di ICU.
Namun, hal itu tidak lalu membuat mundur pengunjuk rasa di ibu kota dan tetap memblokade jalan raya utama pada Rabu pagi.
Dalam video yang menyebar di media sosial menunjukkan dia tengah berada di barisan pengunjuk rasa lain agak jauh dari pasukan polisi anti huru hara.
Setelah itu, terdengar beberapa tembakan. Wanita yang memakai helm sepeda motor itu tiba-tiba ambruk. Gambar helmnya menunjukkan apa yang tampak seperti lubang peluru.
Pasukan militer menggeledah markas partai NLD yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi pada Selasa (9/2/2021) malam. Hal ini menuai protes dari masyarakat yang menuntut pembebasan Suu Kyi hingga membuat polisi menembaki mereka dengan water cannon, gas air mata, hingga peluru karet.
Pada hari yang sama, Channel News Asia melaporkan demonstran yang turun ke jalan juga terluka di Mandalay, kota terbesar kedua. Para pasukan pengaman juga menggunakan water cannon. Media lokal mengatakan polisi melakukannya dengan alasan para pengunjuk rasa melempari mereka dengan batu dan bata.
Kementerian Luar Negeri AS mengatakan tengah mengkaji menurunkan bala bantuan ke Myanmar untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta menghadapi konsekuensi yang signifikan.
"Kami mengulangi seruan kami kepada militer untuk melepaskan kekuasaan, memulihkan pemerintahan yang dipilih secara demokratis, membebaskan mereka yang ditahan dan mencabut semua pembatasan telekomunikasi dan menahan diri dari kekerasan," kata juru bicara Ned Price di Washington.