Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengeluarkan tiga imbauan bagi seluruh warga negara Indonesia atau WNI yang berada di Myanmar untuk melakukan 3 hal demi keselamatam di tengah kudeta oleh pihak militer yang masih berlangsung hingga kini.
Kemlu lewat akun Instagram @safetravel.kemlu pada Senin (8/2/2021), menyebut bahwa menyikapi situasi di Myanmar, maka WNI diimbau:
1. Melaporkan keberadaannya kepada KBRI Yangon melalui platform yang sudah disediakan
2. Tidak ikut berpartisipasi turun ke jalan bersama massa Myanmar lainnya.
3. Membuat klaster pada masing-masing wilayah WNI, dan menunjuk koordinator dari masing-masing klaster tersebut agar memudahkan berkomunikasi dan memberikan informasi terkait perkembangan di daerah masing-masing dengan KBRI Yangon.
“Perkembangan kebijakan baru akan terus dipantau oleh Safe Travel Kemlu. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengimbau Anda yang sedang berada di wilayah Myanmar agar mematuhi kebijakan wilayah setempat dan tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku demi keselamatan dan kesehatan Anda,” pesan pihak Kemlu.
Baca Juga
“Apabila Anda berada dalam keadaan darurat Anda dapat menghubungi nomor hotline KBRI Yangon melalui hotline +95 9503 7055 atau menekan tombol darurat pada aplikasi Safe Travel.”
Pihak Kemlu juga menyorot perkembangan penting setelah situasi darurat di Myanmar diumumkan pada 1 Februari 2021.
Perkembangan situasi itu antara lain:
1. MRTV, televisi milik pemerintah Myanmar, memperingatkan akan mengambil 'tindakan' terhadap para pengunjuk rasa yang melanggar hukum. Hal ini disampaikan saat massa menggelar aksi demo besar-besaran untuk menentang kudeta militer;
2. Pemerintah Myanmar menetapkan berlakunya Martial Law yang melarang masyarakat berkumpul lebih dari 5 (lima) orang dan jam malam pukul 20.00-04.00;
3. Puluhan ribu orang berunjuk rasa pada akhir pekan dan kembali dilakukan dengan lebih banyak peserta hingga aksi mogok kerja.
Diberitakan sebelumnya, aktivis demokrasi di Myanmar berpendapat, kudeta militer yang berlangsung Senin (1/2/2021) merupakan salah satu strategi Panglima Militer Jenderal Min Aung Hlaing mempertahankan kekuasaannya lima bulan sebelum ia resmi pensiun pada Juli 2021.
"Jika ia pensiun, maka kekuasaannya di militer dan pengaruhnya di pemerintahan akan berakhir. Jika tidak ada kudeta, maka anggota parlemen yang baru dan pemerintahan terpilih akan resmi menjabat, dan panglima militer, orang paling berkuasa di Myanmar, akan kehilangan kekuasaannya," kata Khin Ohmar, seorang aktivis demokrasi dan HAM veteran di Myanmar, saat jumpa pers bersama Asean Parliamentarians for Human Rights (APHR), Selasa (2/2/2021).
Ia berpendapat, kudeta militer tidak dilakukan, karena adanya kecurangan pada pemilihan umum 8 November 2020.
Alasan Jenderal Min Aung Hlaing mengkudeta pemerintahan yang terpilih secara demokratis di Myanmar salah satunya, karena ia ingin mempertahankan posisinya di militer dan mengamankan jaringan usaha di tubuh militer yang melibatkan keluarga para petinggi, beserta mitra bisnisnya, kata Khin Ohmar, pendiri sekaligus ketua Progressive Voice.