Bisnis.com, JAKARTA – Komnas HAM telah menjadi sorotan lantaran hasil investigasinya dinilai tidak memuaskan kubu korban penembakan aparat dan FPI.
Namun demikian, pihak komisi pembela HAM tersebut memastikan bahwa proses investigasi peristiwa tersebut telah dilakukan sesuai dengan bukti dan fakta yang didapatkan di lapangan.
Dalam keterangan resminya, Komnas HAM memastikan bahwa investigasi tersebut dilakukan secara independen. Tim bentukan yang diketuai Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan M. Choirul Anam, bahkan langsung turun ke lapangan guna menggali informasi dan mengumpulkan barang bukti.
Tak hanya turun langsung ke lokasi peristiwa, tim penyelidik Komnas HAM pun melakukan sejumlah proses penyelidikan dengan meminta keterangan dari pihak Kepolisian, pihak FPI, pihak keluarga korban, pihak jasa marga dan petugas teknis serta saksi mata di lokasi kejadian.
“Tim juga melakukan pendalaman dengan mengundang ahli forensik kedokteran, forensik senjata dari Pindad dan psikologi forensik. Hal ini Komnas HAM lakukan untuk membuat peristiwa dugaan pelanggaran HAM tersebut menjadi terang dan menghasilkan temuan yang komprehensif,” tulis Komnas HAM dalam keterangan resminya, Kamis (21/1/2021).
Selama sebulan, tim menganalisa ratusan voice note dan ribuan video serta screen capture dari smart CCTV terkait peristiwa yang terjadi di tol Jakarta-Cikampek dan sebagian wilayah Karawang.
Hasil penyelidikan tersebut Komnas HAM beberkan dalam konferensi pers yang diselenggarakan secara hybrid, online melalui Zoom Webinar dan offline terbatas dengan mematuhi protokol kesehatan di ruang Pleno Utama Komnas HAM Jakarta, Jumat (08/01/2021).
Berdasarkan serangkaian hasil penyelidikan, tim penyelidik Komnas HAM merumuskan ada dua konteks dalam tewasnya enam orang laskar FPI.
Pertama, insiden yang saling serempet dan saling serang antara petugas dan laskar FPI yang menewaskan dua orang laskar FPI. Kedua, meninggalnya empat orang laskar FPI pada peristiwa KM 50 yang menurut Komnas HAM adalah pelanggaran HAM.
“Empat orang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi Negara, yang kemudian juga ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut merupakan bentuk dari peristiwa Pelanggaran HAM”, ujar Anam.
Lebih lanjut Anam menyayangkan peristiwa berdarah ini terjadi, menurutnya jika saja tidak ada peristiwa menunggu yang dilakukan dua mobil laskar FPI, maka peristiwa KM 50 ini tidak akan terjadi.
“Ada kesempatan untuk kabur dan menjauh, namun justru mengambil tindakan untuk menunggu yang akhirnya bertemu kembali dengan mobil petugas yang berujung menelan korban jiwa”, keluhnya.
Seperti diketahui, Kuasa hukum keluarga enam anggota Laskar FPI yang tewas ditembak di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek pada 7 Desember menyampaikan keberatan atas pernyataan Ketua Komisi Nasional HAM Ahmad Taufan Damanik.
Tim kuasa hukum yang menyebut dirinya Tim Advokasi 7 Desember 2020 ini, melalui keterangan resminya Selasa (19/1/2021), menyatakan sejumlah hal sebagai respons atas pernyataan dari Ahmad pada sebuah diskusi online.
Hariadi Nasution memerinci pernyataan Ketua Komnas HAM itu terkait tindakan tertawa 6 laskar FPI saat terjadi 'bentrok' antara mereka dan aparat. Selain itu, pihaknya juga menyoroti tindakan Ahmad yang mempersepsikan 6 anggota FPI itu 'menikmati' pergulatan nyawa.
"Konstruksi narasi yang dibangun oleh Ketua Komnas HAM RI adalah sangat subjektif dan berat sebelah, sehingga Komnas HAM RI dibawa oleh saudara Ahmad Taufan Damanik yang seharusnya menjadi National Human Rights Defenders berubah menjadi National Defenders for Human Rights Perpetrators," demikian poin pernyataan pertama Tim Advokasi 7 Desember 2020 itu.