Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyatakan penyebab utama banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel) bukan karena penebangan hutan (deforestasi), tetapi anomali cuaca dengan curah hujan yang sangat tinggi.
Hal itu disampaikan Siti melalui akun Twitter miliknya @SitiNurbayaLHK. Dia menuturkan bahwa ada kesimpangsiuran informasi yang beredar soal banjir di Kalsel. Menurutnya, penyebab banjir bukanlah karena berkurangnya area hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito.
"Ada simpang siur informasi, terlebih banyak data tidak valid yg sengaja dikeluarkan beberapa pihak. KLHK selaku pemegang mandat walidata pemantauan sumberdaya hutan, menjelaskan, penyebab banjir Kalsel anomali cuaca dan bukan soal luas hutan di DAS Barito wilayah Kalsel," tulis akun Twitter @SitiNurbayaLHK seperti dikutip, Rabu (20/1/2021).
Dia menuturkan selama lima hari atau terhitung 9-13 Januari 2021, terjadi peningkatan 8-9 kali lipat curah hujan dari biasanya. Air yang masuk ke sungai Barito sebanyak 2,08 miliar m3 (normalnya 238 juta m3).
Menurutnya, sebagian dari DAS Barito di wilayah Kalimantan Selatan memiliki luas 1,8 juta hektar dari DAS Barito secara keseluruhan yang memiliki luas 6,2 juta hektar.
"Perhatian perlu diberikan pada daerah hulu DAS Barito, di mana seluas 94,5 persen dari total wilayah Hulu DAS Barito berada dalam Kawasan Hutan," ucapnya.
Baca Juga
Ada simpang siur informasi, terlebih banyak data tidak valid yg sengaja dikeluarkan beberapa pihak. KLHK selaku pemegang mandat walidata pemantauan sumberdaya hutan, menjelaskan, penyebab banjir Kalsel anomali cuaca dan bukan soal luas hutan di DAS Barito wilayah Kalsel.
— Siti Nurbaya Bakar (@SitiNurbayaLHK) January 20, 2021
Dengan menggunakan data 2019, Siti mengklaim bahwa hulu DAS Barito masih terjaga dengan baik. Dia mengungkapkan sebesar 83,3 persen hulu DAS Barito bertutupan hutan alam dan sisanya 1,3 persen adalah hutan tanaman.
"Bagian dari DAS Barito yang berada di wilayah Kalsel secara kewilayahan hanya mencakup 40 Persen kawasan hutan dan 60 persen areal penggunaan lain (APL) atau bukan kawasan hutan," ujarnya.
Politisi Partai Nasdem itu melanjutkan kondisi DAS Barito di wilayah Kalimantan Selatan tidak sama dengan DAS Barito Kalimantan secara keseluruhan. Menurutnya, DAS Barito di Kalimantan Selatan berada di lahan untuk masyarakat yang didominasi oleh pertanian lahan kering dan sawah serta kebun.
Kejadian banjir pada DAS Barito di wilayah Kalsel tepatnya berada pada Daerah Tampung Air (DTA) Riam Kiwa, DTA Kurau, dan DTA Barabai karena curah hujan ekstrim. Karena itu, sangat mungkin terjadi dengan recurrent periode 50 hingga 100 tahun.
Faktor lain, yaitu beda tinggi hulu-hilir sangat besar sehingga suplai air dari hulu dengan energi dan volume yang besar menyebabkan waktu konsentrasi air berlangsung cepat dan menggenangi dataran banjir.
"Ini sekaligus meluruskan pemberitaan beberapa informasi yang keliru dan menyebar massif di tengah situasi bencana. Terlebih lagi metode analisis kawasan hutan yang digunakan tidak sesuai standard dan tidak dengan kalibrasi menurut metode resmi yang dipakai," jelasnya.