Bisnis.com, JAKARTA – India mengikuti langkah Inggris dengan memberikan persetujuan darurat untuk penggunaan vaksin virus corona yang dikembangkan oleh AstraZeneca Plc dan University of Oxford.
Dilansir dari Bloomberg, Jenderal Pengawas Obat India V.G. Somani mengonfirmasi dalam pernyataan singkat pada hari Minggu (3/1/2021) persetujuan penggunaan AstraZeneca yang diproduksi secara lokal oleh Serum Institute of India Ltd., produsen vaksin terbesar di dunia berdasarkan volume.
Somani juga mengatakan Covaxin Bharat Biotech yang dikembangkan secara lokal, yang belum menyelesaikan uji klinis fase tiga, telah diberikan izin “untuk penggunaan terbatas dalam situasi darurat untuk kepentingan publik sebagai tindakan pencegahan yang berlebihan, dalam mode uji klinis, agar terdapat lebih banyak pilihan untuk vaksinasi, terutama dalam kasus infeksi oleh strain yang bermutasi.
Serum memiliki perjanjian dengan AstraZeneca untuk mengeluarkan sedikitnya satu miliar dosis dan telah menghasilkan jutaan dosis. Langkah tersebut dilakukan hanya beberapa hari setelah regulator Inggris memberikan izin penggunaan vaksin, yang akan diluncurkan ke kelompok paling rentan di Inggris mulai Senin.
Persetujuan tersebut berarti India dapat mulai vaksinasi penduduknya yang berjumlah sekitar 1,3 miliar. Itu tugas yang berat mengingat wilayah negara yang luas, infrastruktur terbatas, dan jaringan kesehatan yang tidak merata.
Negara Asia Selatan ini telah mencatat lebih dari 10,3 juta infeksi yang dikonfirmasi dan sebanyak 149.400 kematian.
Baca Juga
“Vaksinasi ini akan membuat setiap orang India bangga bahwa dua vaksin yang telah diberikan persetujuan penggunaan darurat dibuat di India! Ini menunjukkan keinginan komunitas ilmiah kami untuk memenuhi impian Aatmanirbhar Bharat, yang pada dasarnya adalah perhatian dan kasih sayang,” ungkap Perdana Menteri India Narendra Modi di akun Twitter-nya, Minggu (3/1/2021).
Vaksin AstraZeneca, yang memiliki kesepakatan pasokan paling banyak secara global, telah ditetapkan sebagai vaksin yang lebih cocok untuk menjangkau orang-orang di daerah terpencil di pedalaman India daripada yang dikembangkan oleh Pfizer Inc. dan BioNTech SE yang juga sedang dipertimbangkan.
Vaksin Pfizer membutuhkan suhu penyimpanan di bawah nol, sedangkan vaksin AstraZeneca dapat disimpan pada suhu lemari es dan juga diharapkan lebih murah.
Namun data uji klinis menunjukkan suntikan Astra mungkin kurang efektif dibandingkan vaksin Pfizer dan vaksin serupa lainnya dari Moderna Inc., yang masing-masing menunjukkan effikasi mencapai 95 persen.
Data awal dari Astra dan Oxford pada November menimbulkan kekhawatiran tentang seberapa besar perlindungan yang ditawarkan vaksin tersebut. Percobaan menghasilkan dua hasil yang berbeda dari dua regimen dosis. Para mitra mengatakan vaksin mereka 90 persen efektif ketika setengah dosis diberikan sebelum penguat dosis penuh, dan dua dosis penuh menunjukkan efektivitas 62 persen.
Meskipun hasil uji coba yang diterbitkan di The Lancet menemukan vaksin itu aman dan efektif, lebih banyak analisis diperlukan untuk melihat seberapa baik kerjanya pada orang berusia di atas 55 tahun, yang berisiko lebih tinggi dari pandemi.