Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengeluarkan guru dari formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) mulai 2021.
Para guru yang menjadi pendidik hanya diterima melalui jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Langkah ini untuk menyelesaikan ketimpangan dan distribusi guru yang terus terjadi 20 tahun terakhir melalui sistem CPNS.
Atas rencana ini, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid, angkat bicara. Menurut Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 2019-2024 itu, langkah mengeluarkan guru dari CPNS adalah diskriminasi.
"Mestinya Pemerintah tak lakukan diskriminasi, dengan tidak memasukkan guru masuk kategori CPNS. Karena diskriminasi seperti itu bisa masuk kategori pelanggaran HAM," kicau Hidayat dalam akun twitternya, Sabtu (2/1/2021).
PGRI benar. Mestinya Pemerintah tak lakukan diskriminasi, dg tidak memasukkan Guru masuk kategori CPNS. Krn diskriminasi spt itu bisa masuk kategori pelanggaran HAM (psl 28D ayat 2&3 UUDNRI 1945). Penting sgra dikoreksi, unt kebaikan dunia Pendidikan&HAM. https://t.co/6poA2ulp6n
— Hidayat Nur Wahid (@hnurwahid) January 2, 2021
Menurut dia, kebijakan menghapus CPNS dalam penerimaan pegawai negeri ini harus segera dikoreksi.
"Penting segera dikoreksi, untuk kebaikan dunia Pendidikan & HAM," kata dia.
Penolakan penghapusan profesi guru dalam jenjang PNS sebelumnya juga disuarakan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). PGRI menilai kebijakan tersebut menimbulkan diskriminasi.
“Kalau kita berpendapat soal SDM (sumber daya manusia), kepada guru mengapa ada diskriminasi? Harusnya nggak ada diskriminasi,” ujar Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi seperti dilansir Tempo.
Unifah mengatakan semestinya pemerintah tetap membuka dua jalur rekrutmen, yakni CPNS dan PPPK. Sebab, ditilik dari tujuannya, PPPK dan CPNS memiliki sasaran berbeda.
PPPK, kata Unifah, memberikan kesempatan bagi guru honorer dengan usia di atas 35 tahun untuk memperoleh pengangkatan sebagai pegawai. Sedangkan posisi CPNS membuka kesempatan bagi lulusan jurusan pendidikan menjadi pegawai negeri.
Keputusan pemerintah terhadap perubahan status guru pun dipandang berpotensi membuat kualitas pengajar pada masa mendatang anjlok. Sebab, lulusan terbaik dari kampus tidak akan lagi berminat melamar posisi sebagai pengajar akibat ketidakpastian karier.
“Lulusan terbaik tidak tertarik karena tidak ada masa depan profesi. Di sisi lain, kita sudah mencanangkan bahwa guru sebagai profesi di UU (Undang-undang) Guru dan Dosen,” ucap Unifah.
Unifah berencana mengirimkan surat penolakan atas kebijakan tersebut kepada kementerian dan lembaga terkait. Surat akan dilayangkan pada awal Januari 2021 sebelum keputusan berlaku efektif.