Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Keluar dari Krisis, Tinggalkan Groupthink

Hasil akhir paling penting dari lingkaran ganas groupthink adalah keputusan buruk yang ditawarkan semua orang tapi sangat jauh dari apa yang diharapkan jika seandainya proses rasional dan pencarian dan penyediaan informasi dijalankan.
Jared Kushner, Penasihat Gedung Putih dan Ivanka Trump berjalan menuju pesawat kepresidenan Air Force One di Pangkalan Gabungan Andrews di Maryoland, AS 29 November 2018. Menantu dan anak Donald Trump itu akan  terbang ke Argentina menghadiri KTT G20./Reuters-Kevin Lamarque
Jared Kushner, Penasihat Gedung Putih dan Ivanka Trump berjalan menuju pesawat kepresidenan Air Force One di Pangkalan Gabungan Andrews di Maryoland, AS 29 November 2018. Menantu dan anak Donald Trump itu akan terbang ke Argentina menghadiri KTT G20./Reuters-Kevin Lamarque

Bisnis.com, JAKARTA – Anda pernah mendengar groupthink dan bahaya besar yang menguntit di belakanganya?

Organisasi atau kelompok, terutama yang berskala besar dan dengan posisi atau peran penting serta strategis, nampaknya perlu mencermati secara mendalam masalah ini.  

Bukan apa-apa, karena dibalik istilah keren tersebut, tersembul risiko besar pula yang tidak mungkin diabaikan. Namun justru di situlah persoalannya. Sebuah paradoks groupthink.

Groupthink adalah cara berpikir sekelompok orang ketika terlibat erat di dalam in-group yang kohesif, saat semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai kebulatan suara dan mengesampingkan motivasi mereka untuk mengevaluasi langkah tindakan secara realistis.

Sederhananya, di dalam groupthink anggota individu berusaha keras untuk sepakat dengan kelompok tempat mereka melakukan kesalahan dan kekeliruan yang bisa dihindari dengan mudahnya.

Groupthink muncul selama proses pengambilan keputusan, di mana sebuah kelompok yang sangat kohesif dan terdiri dari orang-orang yang memiliki pemikiran sama begitu bersemangat untuk mencari konsensus sampai akhirnya kekhawatiran mereka akan kenyataan begitu diacuhkan.

Proses ini bisa dipercepat ketika beberapa syarat terpenuhi. Pertama, ketika kelompok pengambil keputusan ini sangat kohesif. Kedua, kelompok ini terisolasi dari sumber informasi lainnya. Ketiga, ketika pemimpinnya sangat jelas cenderung mendukung salah satu pihak (Kwang, 2001).

Bertolak belakang dengan syarat anteseden yang melatarinya, diskusi yang berkembang di dalam kelompok ditandai dengan adanya ‘bayangan dari kemenangan’ dan upaya untuk saling ‘memberikan alasan’ yang sejalan dengan pilihan-pilihan yang ditawarkan.

Pada saat bersamaan, mereka mengacuhkan informasi yang tidak konsisten. Proses ini terjadi baik di level intra-individual (self-cencorship) atau di level inter-individual (conformity pressure).

Menurut Kwang, meski beberapa anggota kelompok pada suatu kesempatan merasakan tidak sepakat dengan ide yang ditawarkan, mereka tidak memperlihatkannya secara terbuka karena ada mind guard yang melindungi kelompok dari informasi yang bisa menghancurkan bayangan dari kemenangannya.

Nah, bisa bayangkan bila ada kelompok demikian di tubuh pemerintahan saat ini. Alih-alih merebut ‘kemenangan’, bisa jadi hasilnya malah sebuah ‘bencana’.

Hasil akhir paling penting dari lingkaran ganas groupthink ini, menurut Kwang, adalah keputusan buruk yang ditawarkan semua orang tapi sangat jauh dari apa yang diharapkan jika seandainya proses rasional dan pencarian dan penyediaan informasi telah berjalan.

Bahkan di tubuh Pemerintah Amerika Serikat pun, groupthink ini pernah terjadi dan membuat geger dunia. Irving Janis (1982) memberikan sejumlah contoh pengambilan keputusan politik dan militer di AS berikut ilustrasi dramatis dari sebuah tindakan paling bodoh yang diperlihatkan oleh kelompok dan bukan  gabungan kemampuan intelijensi dari para anggotanya.

Invasi Teluk Babi pada 1961 bisa jadi merupakan contoh groupthink yang paling terkenal. Presiden Kennedy dan kelompok kecil para penasihatnya memutuskan mengirimkan pasukan kecil orang Kuba di pembuangan untuk menginvasi pantai Kuba dengan dukungan Angkatan Udara AS. Akhirnya gagal total!

Dalam hitungan hari ‘tentara bayaran’ AS itu menjadi santapan empuk tentara Kuba. Bagaimana mungkin sebagai sebuah kelompok, Presiden Kennedy dan para penasihatnya bersikap begitu bodohnya seperti yang mereka akui sendiri?

Janis melakukan analisis yang sangat diperhitungkan atas semua dokumen yang ada mengenai invasi Teluk Babi dan berbagai kesalahan lain yang hampir sama, seperti kegagalan membela diri dari serangan Jepang di Pearl Harbour, Perang Vietnam yang sulit dimenangkan, dan skandal Watergate dengan titik puncak pengunduran diri Presiden Richard Nixon.

Janis berkesimpulan bahwa para pengambil keputusan di saat terjadinya berbagai kesalahan bersejarah tersebut adalah korban dari polarisasi kelompok yang sangat ekstrem, yang disebutnya sebagai groupthink.

Namun bukan berarti korbannya tidak bisa membalikkan keadaan. Setelah menyadari kesalahannya, Presiden Kennedy mengubah total strateginya terhadap krisis global yang dipicu penempatan rudal Uni Soviet (Rusia) di Kuba dengan membentuk tim yang beranggotakan orang-orang yang sama ketika mereka berada di tim invasi Teluk Babi sebelumnya.

Sebagaimana sejarah mencatat, tim tersebut, Executive Committee of the National Security Council yang dipimpin langsung Presiden Kennedy, akhirnya berhasil mencegah terjadinya Perang Dunia III akibat krisis rudal tersebut.

Apa rahasianya? Selama lima hari tim membahas seluruh persoalan, memperdebatkan solusi yang masuk akal, dan berbeda pendapat mengenai strateginya. Mereka akhirnya merekomendasikan sebuah rencana yang melibatkan blokade kapal selam di seluruh pelabuhan Kuba.

Meski Uni Soviet memprotes aksi tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan pembajakan, kapal-kapal yang diyakini mengangkut senjata nuklir berhasil dijauhkan dari Kuba.

Akhirnya krisis rudal tersebut terpecahkan ketika Uni Soviet bersedia melucuti pangkalan peluncuran rudal dan AS berjanji tidak akan menginvasi Kuba.

Itu di negeri Paman Sam. Menurut Anda, apakah ada groupthink yang seheboh itu di Indonesia?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Inria Zulfikar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper