Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) dari eks panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) Edy Nasution.
Edy Nasution adalah terpidana yang menerima suap dari anak buah eks pejabat Lippo Group, Eddy Sindoro. Suap tersebut terkait dengan pengurusan sejumlah perkara yang membelit konglomerasi besar tersebut.
"Menolak permohonan peninjauan kembali dari terpidana Edy Nasution tersebut. Menetapkan bahwa putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku," demikian bunyi petikan putusan yang dikutip Bisnis, Kamis (10/12/2020).
Seperti yang dijelaskan dalam pertimbangan putusan tersebut, majelis hakim menjelaskan bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan bahwa Edy Nasution sebagai panitera PN Jakpus telah membantu perusahaan di bawah Lippo Group melalui Wresti Kristian Hesti Susetyowati, Doddy Aryanto Supeno atas perintah Eddy Sindoro untuk menyelesaikan persoalan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Persoalan yang dimaksud terkait permohonan eksekusi dari Ahli waris Tan Hok Tjioe berdasarkan putusan Raad Van Justitie Nomor 2323/1937 tanggal 12 Juli 1940 atas tanah di BSD Tangerang yang saat ini dalam penguasaan PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC).
Selain itu ada pula perkara aanmaning dari Kwang Yang Motor C.Ltd (Kymco) kepada PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) agar PT Metropolitan Tirta Perdana (PT MTP) untuk memenuhi isi dan bunyi putusan Arbitrase Internasional yang dijatuhkan Lembaga Arbitrase di Singapura yakni Singapore International Arbitration Centre (SIAC).
Edy juga membantu mengurus keterlambatan dalam mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) dari PT Acros Asia Limited (PT AAL). Atas bantuan tersebut, Edy Nasution meminta dan menerima sejumlah uang melalui Doddy Aryanto Supeno yaitu sebesar Rp50 juta dan Rp100 juta.
Tak hanya itu, Edy Nasution juga meminta uang kepada Wresti Kristian Hesti Susetyowati, anak buah Eddy Sindoro, untuk biaya turnamen tenis di Bali sebesar Rp3 miliar. Namun, setelah terjadi tawar menawar diberikan kepada terpidana sebesar Rp1,5 miliar.
Dengan mempertimbangkan fakta-fakta persidangan tersebut, majelis hakim menilai bahwa alasan peninjauan kembali dari Edy Nasution tidak memenuhi ketentuan.
"[Jadi] permohonan peninjauan kembali harus ditolak dan Mahkamah Agung menetapkan putusan yang dimohonkan peninjauan kembali tersebut tetap berlaku," tegas hakim yang diketuai oleh eks Jubir MA Suhadi.
Adapun publikasi putusan PK ini diterbitkan pada tanggal 26 November 2020 lalu. Sebagai catatan Eddy Sindoro disebut oleh KPK sebagai Presiden Komisaris PT Artha Pratama Anugerah, salah satu anak usaha Group Lippo.