Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk menjerat PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan pidana korporasi dalam perkara suap terkait ekspor bibit lobster yang menyeret bekas Menteri KKP Edhy Prabowo.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa jerat pidana korporasi bisa dilakukan jika penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan PT ACK sebagai tersangka.
"Jika kemudian ditemukan ada bukti permulaan yang cukup, KPK tidak segan untuk menetapkan pihak-pihak lain sebagai tersangka dalam perkara ini termasuk tentu jika ada dugaan keterlibatan pihak korporasi," kata Ali saat dihubungi, Selasa (1/12/2020).
Dalam kasus ini, Edhy bersama enam orang lainnya dijerat sebagai tersangka karena diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP).
Perusahaan Suharjito itu telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Diketahui, untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
Penggunaan PT ACK sebagai satu-satunya perusahaan kargo ekspor benur membuat tarif ekspor semakin mahal.
Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.
KPK telah menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Ketujuh tersangka itu adalah Edhy Prabowo, Staf kgusus Menteri KKP Syafri, Andreu Pribadi Misanta, Pengurus PT ACK Siswadi, Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin sebagai penerima suap.
Adapun pidana korporasi masih sebatas diterapkan oleh pidana khusus (korupsi) baik yang dilakukan oleh KPK maupun Kejaksaan Agung. Dasar pemidanaan korporasi tersebut tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.13/2016.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa korporasi dapat menjadi subyek hukum atau bertanggungjawab atas perbuatan pidana jika suatu korporasi menerima keuntungan dari suatu tindak pidana, membiarkan suatu tindak pidana, atau tidak melakukan pencegahan ketika suatu tindak pidana dilakukan.