Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Tugas Berat Biden Setelah Resmi Duduk di Kursi POTUS

Joe Biden memiliki tugas berat, baik di dalam maupun luar negeri, saat resmi menjabat sebagai Presiden AS ke-46.
Presiden terpilih AS Joe Biden menyampaikan pidato kemenangan di Wilmington, Delaware, AS, Sabtu (7 /11/2020). Bloomberg/Sarah Silbigerrn
Presiden terpilih AS Joe Biden menyampaikan pidato kemenangan di Wilmington, Delaware, AS, Sabtu (7 /11/2020). Bloomberg/Sarah Silbigerrn

Bisnis.com, JAKARTA -Joe Biden menjadi presiden terpilih AS dan tinggal menunggu waktu untuk resmi menjadi POTUS alias President of the United States. Hal itu diketahui setelah penghitungan angka elektoral menunjukkan keberhasilannya mengalahkan Donald Trump.

Meski Trump belum mengaku kalah dan menerima hasil penghitungan suara, Biden harus bersiap menahkodai Amerika Serikat dengan tantangan yang tak ringan.

Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyebut Joe Biden memiliki tugas berat, baik di dalam maupun luar negeri, saat resmi menjabat sebagai Presiden AS ke-46.

Menurut rektor Universitas Jenderal Achmad Yani ini, di dalam negeri Biden diharapkan dapat mempersatukan rakyat AS yang selama 4 tahun belakangan ini terpecah sangat tajam.

Biden juga diharapkan dapat mengendalikan penyebaran Covid-19 dan berbagai upaya untuk menekan angka kematian.

"Ekonomi AS pun perlu penanganan yang serius, di samping masalah rasial dan sosial lainnya," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Minggu (8/11/2020).

Sementara itu, lanjut Hikmahanto, untuk kebijakan luar negeri, Biden diharapkan oleh masyarakat dunia  mengembalikan Amerika Serikat yang dulu, dengan nilai-nilainya.

Setidaknya ada empat hal penting yang perlu dilakuka Biden guna mengembalikan AS seperti sebelum era Trump.

Pertama, AS diharapkan memikirkan kemaslahatan dunia ketimbang dirinya sendiri.

"Sebelum Trump menjadi Presiden AS nilai yang dianut adalah mensejahterakan dunia agar AS sejahtera, menumbuhkan perekonomian dunia agar ekonomi AS tumbuh, mengamankan dunia agar keamanan AS terjaga, bahkan menyeimbangkan kekuatan yang ada di dunia agar AS menjadi pemimpin dunia," katanya.

Namun, lanjut Hikmahanto, di era kepemimpinan Trump nilai tersebut ditinggalkan. Paman Sam justru lebih fokus untuk membangun AS dengan mengabaikan dunia, bahkan menyulut konflik dengan sejumlah negara.

"Kedua, tidak ada lagi kejutan-kejutan (no more surprises) kebijakan yang dijalankan oleh AS," katanya.

Hikmahanto menilai di bawah kepemimpinan Trump banyak kebijakan yang tidak pernah terpikir oleh masyarakat internasional.

Kebijakan-kebijakan itu di antaranya:

  • bertemu dengan Kim Jong Un dari Korea Utara
  • keluar dari WHO
  • memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem
  • mengakhiri secara pihak hasil perundingan Iran dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB terkait pengembangan nuklir Iran.

Ketiga, ucap Hikmahanto, Biden diharapkan menjalankan kebijakan-kebijakan luar negeri AS yang telah dirancang secara lama dan terperinci oleh para birokrat AS.

"Dalam sistem pemerintahan AS, pengelola kebijakan ada dua unsur penting yaitu politisi dan birokrasi," katanya.

Hikmahanto menjelaskan politisi memegang keputusan akhir, sementara birokrasi yang menjaga agar kebijakan AS dari waktu ke waktu terjaga.

"Politisi secara alamiah akan keluar dan masuk (come and go) empat tahun sekali, namun birokrasi akan tetap mengingat tongkat estafet kebijakan akan terus diturunkan kepada para penggantinya," paparnya.

Menurut Hikmahanto, Trump kerap melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang telah dirancang oleh jajaran birokrasinya.

Perlawanan dilakukan Trump melalui tweet juga langsung mengganti birokrat yang tidak sepemahaman dengan dirinya.

"Harapan dunia tentu Biden lebih banyak mendengar dan memutus berbagai kebijakan yang telah dirancang secara terperinci oleh birokrasi AS selama bertahun-tahun," kata Hikmahanto.

Terakhir, di era Biden, AS diharapkan tidak lagi menjadi sumber inspirasi bagi elemen masyarakat berbagai negara untuk membangkitkan ekstrem kanan dan supremasi kulit putih.

AS di bawah Biden diharapkan mengembalikan nilai-nilai untuk menghormati pluralisme, hak asasi manusia dan tidak merendahkan suatu bangsa dengan peradabannya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper