Bisnis.com, JAKARTA - Ajakan untuk memboikot produk-produk Prancis dinilai akan berdampak pada hubungannya dengan RI sekaligus berpotensi menjadi momentum bagi produk lokal serta peluang untuk meningkatkan penetrasi produk halal.
Seruan boikot produk Prancis bisa berimbas kepada hubungan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan negara yang terkenal dengan Menara Eiffel tersebut. Kendati begitu, imbauan yang diserukan Majelis Ulama Indonesia atau MUI ini juga dinilai bisa menjadi peluang bagi para produsen lokal.
"Kalau mau ambil peluang dari boikot produk Prancis, harus jelas segmentasinya yang akan disubstitusi oleh produk lokal," ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, Jumat (30/10/2020).
Bhima mengatakan produk Prancis rata-rata adalah untuk pasar kelas atas, dengan produk seperti tas dan baju bermerek. Meskipun ada juga produk untuk kelas menengah dan bawah, yaitu produk konsumsi harian seperti makanan dan minuman.
Untuk produk fesyen, ujar Bhima, sebenarnya mulai ada pergeseran ke merek-merek lokal berkualitas bagus. "Misalnya ada produk fesyen lokal yang disebut local pride, itu harganya mahal, high quality dan kualitas ekspor. Cocok bagi pengganti brand-brand merk Prancis," tuturnya.
Di samping itu, seruan boikot produk Prancis, kata Bhima, juga bisa menjadi momentum untuk mendorong penetrasi produk halal bukan hanya di Indonesia tapi juga di negara lainnya. Syaratnya, pemerintah bisa mempermudah proses perizinan produk halal, memberikan ekosistem regulasi yang mendukung, biaya logistik yang murah, juga perkuat fungsi atase perdagangan di negara penempatan untuk cari informasi dan peluang ekspor.
Sebelumnya, MUI mengajak umat Islam di Indonesia memboikot semua produk yang berasal dari Prancis. MUI mengajak umat memboikot produk hingga Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta maaf atas sikapnya yang dinilai menghina agama Islam dan Nabi Muhammad SAW.
"MUI menyatakan sikap dan mengimbau kepada umat Islam Indonesia dan dunia untuk memboikot semua produk yang berasal dari negara Prancis serta mendesak kepada pemerintah RI untuk melakukan tekanan dan peringatan keras kepada pemerintah Prancis," demikian keterangan resmi Dewan Pimpinan MUI yang diteken Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas, Jumat, 30 Oktober 2020.
MUI meminta pemerintah mengambil kebijakan tegas untuk menarik sementara waktu Duta Besar Republik Indonesia di Paris hingga Presiden Emmanuel Macron mencabut ucapannya dan meminta maaf kepada umat Islam.
Pemerintah, melalui Kementerian Luar Negeri, telah mengecam Macron yang akan membiarkan penerbitan karikatur Nabi Muhammad SAW. Kecaman pemerintah terhadap sikap Macron disampaikan langsung kepada Duta Besar Prancis untuk Indonesia.