Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Susun Rencana Ekonomi Lima Tahunan, China Berpeluang Lampaui AS Dekade Mendatang

Rencana lima tahun ke-14 China ini ditargetkan berpusat pada inovasi teknologi, kemandirian ekonomi, dan lingkungan yang lebih bersih.
Presiden China Xi Jinping/Bloomberg
Presiden China Xi Jinping/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - China menyongsong pemetaan fase perkembangan ekonomi berikutnya. Pekan ini Pejabat Partai Komunis berkumpul untuk merumuskan rencana pembangunan lima tahunan negara itu.

Rencana lima tahun ke-14 China ini ditargetkan berpusat pada inovasi teknologi, kemandirian ekonomi, dan lingkungan yang lebih bersih.

Para pejabat juga akan menetapkan tujuan untuk 15 tahun ke depan karena Presiden Xi Jinping berupaya memenuhi janjinya tentang mendapatkan kepemimpinan global dalam teknologi dan industri strategis lainnya.

Ekonomi China yang sudah pulih dari guncangan virus corona akan menyalip Amerika Serikat dalam satu dekade mendatang, jika terus tumbuh sesuai proyeksi dalam beberapa tahun ke depan.

Adapun prospek gesekan yang semakin dalam dengan AS mendasari strategi Xi untuk mempercepat rencana untuk melindungi China dari pengaruh ekonomi dunia.

"Ini mencerminkan penilaian ulang realis China tentang kondisi global saat ini," kata Fred Hu, pendiri Primavera Capital Ltd., dana ekuitas swasta yang berbasis di Beijing, dilansir Bloomberg, Senin (26/10/2020).

Menurutnya, kemandirian adalah tentang mengembangkan kemampuan domestik tertentu melalui investasi pada penelitian, pengembangan dan inovasi. Selain itu, ketidakpastian eksternal juga harus diwaspadai.

"Namun, itu tidak berarti China akan menolak kebijakan "pintu terbuka" yang telah lama ada dan berbalik ke dalam," lanjut Hu.

Xi dan pejabat lainnya baru-baru ini bersikeras bahwa ekonomi akan semakin membuka pintunya bagi modal asing dan persaingan, yang mencerminkan kekhawatiran tentang bagaimana dunia akan memandang rencana yang akan datang.

Dalam pidatonya di Shenzhen bulan ini, Xi berjanji untuk mendorong inovasi teknologi, sekaligus menjelaskan bahwa dia menginginkan sistem ekonomi terbuka.

Strategi sebelumnya yang dijuluki "Made in China 2025" berprospek suram setelah memicu pertikaian dengan AS, Eropa, serta ekonomi pesaing lainnya.

"Penekanan pada mendorong sirkulasi domestik tidak akan menandakan bahwa China menutup pintunya pada dunia. Kami mengharapkan rencana tersebut untuk mendorong perdagangan dua arah dan mempromosikan perdagangan jasa," tulis ekonom Bloomberg, Chang Shu dan David Qu.

Sementara itu, telah muncul dukungan dari Washington hingga Canberra untuk membatasi akses China ke teknologi strategis. Sikap agresif Presiden Donald Trump terhadap China kini mendapat dukungan bipartisan dan para pejabat Negeri Panda khawatir Joe Biden mungkin akan lebih efektif dengan menyatukan sekutu untuk membendung perkembangannya.

"Itulah mengapa rencana baru akan menjadi kurang eksplisit dan tidak sespesifik sebelumnya, karena rencana Made in China 2025 telah membawa begitu banyak masalah bagi China dan membantu memberi energi kepada oposisi dari AS," kata Chen Zhiwu, direktur Institut Global Asia di Universitas Hong Kong.

Para pejabat dengan cepat berargumen bahwa apa yang baik untuk China juga baik untuk dunia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian mengutip laporan media mengatakan sepertiga keuntungan Mercedes Benz AG berasal dari China pada kuartal ketiga dan bahwa penjualan box office China lebih dari US$2 miliar melampaui Amerika Utara untuk pertama kalinya tahun ini.

"Ini membuktikan bahwa pasar China yang besar akan menghasilkan dorongan berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi China dan dunia," kata Zhao.

Hal itu didukung oleh perkiraan IMF. Perhitungan Bloomberg berdasarkan perkiraan terbaru menunjukkan China akan menjadi mesin pertumbuhan terbesar di dunia pada tahun-tahun mendatang.

Tidak seperti negara-negara lain, ekonomi China adalah satu-satunya ekonomi utama di dunia yang diperkirakan tumbuh tahun ini setelah pihak berwenang secara agresif mengatasi virus corona.

Namun tetap saja, jumlah negara yang menganggap perusahaan teknologi China sebagai ancaman keamanan nasional terus bertambah. Beberapa bersatu padu untuk mengalihkan ketergantungan impor dari China. Perusahaan global juga menimbang ulang rantai pasokan mereka karena laporan kerja paksa dan perlakuan China terhadap warga Uighur di Xinjiang dan kebijakannya terhadap Hong Kong.

Perlawanan dari komunitas internasional itu mendorong China untuk mencari sumber pertumbuhan dari dalam. Sejauh ini, tarif dan sanksi tidak banyak mengubah perilaku China. Negara itu mempertahankan daftar negatif ekstensif perusahaan asing yang beroperasi di China yang mungkin menjadi targetnya. Sementara sanksi baru-baru ini yang ditujukan untuk ekspor Australia menunjukkan kesiapan untuk membalas ketika merasa kepentingannya terancam.

Upaya yang lebih terkoordinasi yang menyatukan Eropa, Jepang, dan sekutu Amerika Serikat lainnya mungkin lebih sulit untuk dilawan dan dapat mendorong China ke jalur yang lebih terisolasi.

Hu mengatakan kewaspadaan luar negeri itu akan memengaruhi aliran investasi China keluar. Hal itu diikuti kemungkinan bahwa investasi yang didukung negara ke pasar seperti AS, Inggris atau Australia dikurangi dan ambisi di sekitar proyek lain, seperti Belt and Road Initiative yang menjadi ciri khas Xi, akan disesuaikan kembali.

Rencana lima tahun, warisan dari ekonomi komando China, baru-baru ini berfokus pada restrukturisasi industri dan mempertahankan tingkat pertumbuhan menengah hingga tinggi.

Media pemerintah telah melaporkan bahwa China kemungkinan akan mengurangi target PDB dalam rencana mendatang karena bergeser ke pertumbuhan berkualitas tinggi. Meskipun musyawarah akan diumumkan setelah pertemuan, dokumen secara keseluruhan hanya akan dipublikasikan pada sesi parlemen tahunan di bulan Maret.

Wang Tao, kepala ekonom China di UBS Group AG di Hong Kong mengatakan, mewujudkan kemandirian sambil tetap mendapatkan keuntungan dari globalisasi atau sirkulasi ganda akan menjadi tantangan mengingat retorika hawkish terhadap China akan tetap ada.

"China menghadapi lingkungan eksternal pembangunan yang lebih menantang. Ke depan, China harus lebih ambisius dalam reformasi dan pembukaan domestik," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper