Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korupsi di PT DI, KPK Tetapkan Tersangka Dirut PAL Budiman Saleh

Penetapan tersangka Budiman adalah hasil dari pengembangan kasus yang telah menjerat mantan Dirut PT DI Budi Santoso dan asistennya, Irzal Rizaldi Zailani.
 nMantan Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budiman Saleh meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (8/7/2020). Budiman Saleh diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat pada PT Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
nMantan Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT Dirgantara Indonesia (Persero) Budiman Saleh meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (8/7/2020). Budiman Saleh diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat pada PT Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) Budiman Saleh sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (Persero) pada 2007-2017.

Penetapan tersangka Budiman terkait kapasitasnya sebagai Direktur Aerostructure periode 2007- 2010, Direktur Aircraft Integration (2010-2012), dan Direktur Niaga dan Restrukturisasi (2012-2017).

Sebelum menjabat sebagai Dirut PT PAL Budiman pernah menduduki kursi petinggi di PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

Penetapan tersangka Budiman adalah hasil dari pengembangan kasus yang telah menjerat mantan Dirut PT DI Budi Santoso dan mantan Asisten Direktur Utama PT DI bidang Bisnis Pemerintah Irzal Rizaldi Zailani.

"Dalam proses penyidikan, KPK mencermati fakta-fakta yang berkembang sehingga menemukan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak lain. Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan status perkara ke penyidikan dan menetapkan tersangka pada 12 Maret 2020, yakni BUS (Budiman Saleh)," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/10/2020).

Karyoto menjelaskan kasus ini bermula saat Direksi PT DI periode 2007-2010 melaksanakan Rapat Dewan Direksi (BOD/Board of Director) pada akhir 2007. Dalam rapat itu dibahas dan disetujui sejumlah hal.

Pertama, terkait penggunaan mitra penjualan (keagenan) beserta besaran nilai imbalan mitra dalam rangka memberikan dana kepada customer/pembeli PT DI (Persero) atau end user untuk memeroleh proyek.

Rapat itu juga membahas pelaksanaan teknis kegiatan mitra penjualan dilakukan oleh direktorat terkait tanpa persetujuan BOD dengan dasar pemberian kuasa BOD kepada direktorat terkait.

"Persetujuan atau kesepakatan untuk menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada customer/end user dilanjutkan oleh Direksi periode 2010-2017," kata Karyoto.

Dia menjelaskan, sebagai pelaksanaan tindak lanjut persetujuan Direksi tersebut, para pihak di PT DI melakukan kerja sama dengan Didi Laksamana serta para pihak di 5 perusahaan yakni, PT BTP (Bumiloka Tegar Perkasa), PT AMK (Angkasa Mitra Karya), PT ASP (Abadi Sentosa Perkasa) PT PMA (Penta Mitra Abadi) dan PT NPB (Niaga Putra Bangsa) dan Ferry Santosa Subrata selaku Dirut PT SBU (Selaras Bangun Usaha) untuk menjadi mitra penjualan.

"Penandatanganan kontrak mitra penjualan tersebut sebanyak 52 kontrak selama periode 2008-2016. Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif, dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada customer/end user," katanya.

Karyoto menjelaskan Pembayaran dari PT DI kepada perusahaan mitra penjualan yang pekerjaannya diduga fiktif tersebut dilakukan dengan cara mentransfer langsung ke rekening perusahaan mitra penjualan.

"Kemudian sejumlah yang yang ada di rekening tersebut dikembalikan secara transfer/tunai/cek ke pihak-pihak di PT DI," ujarnya.

Karyoto mengungkapkan, Budiman Saleh menerima kuasa dari Budi Santoso selaku Dirut PT DI untuk menandatangani perjanjian kemitraan dengan mitra penjualan. Budiman Saleh juga diduga memerintahkan Kadiv Penjualan agar memproses lebih lanjut tagihan dari mitra penjualan meskipun mengetahui bahwa mitra penjualan tidak melakukan pekerjaan pemasaran.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukan sejumlah pihak di PT DI itu negara ditaksir merugi senilai Rp202,20 miliar dan US$8,65 juta.

"Total kerugian negara diperkirakan mencapai Rp315 miliar dengan asumsi kurs 1 USD adalah Rp14.600," kata Karyoto.

Budiman Saleh sendiri diduga mendapat aliran uang hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra penjualan fiktif sejunlah Rp686,18 juta.

Dalam proses penyidikan sejauh ini, KPK telah memeriksa saksi sebanyak 108 orang dan telah menyita uang serta properti dengan nilai sebesar kurang lebih Rp 40 miliar.

"Dalam perkara ini KPK telah memeriksa saksi sebanyak 108 orang dan telah melakukan penyitaan uang serta properti dengan nilai sebesar kurang lebih Rp40 miliar," katanya.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Budiman Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper