Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memastikan sebentar lagi, setidaknya awal 2021 nanti vaksin Covid-19 sudah ada.
Vaksin tersebut menjadi salah satu cara untuk mengatasi pandemi yang menghantui warga dunia. Tapi, jangan senang dulu. Masyarakat perlu paham dulu, apa itu vaksin, vaksinasi, dan bedanya dengan imunisasi.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito, mengatakan bahwa vaksin merupakan suatu produk biologis yang berasal dari virus, dalam konteks Covid-19 berasal dari virus SARS- CoV-2.
Vaksin apabila diberikan kepada manusia dapat menciptakan kekebalan tubuh atau disebut antibodi.
Dari penyuntikan vaksin, tubuh akan memberikan reaksi seperti demam ringan atau gejala sakit lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa imun tubuh mulai bekerja. Namun, pada beberapa orang, reaksinya ering kali tidak terlihat atau tidak terasa.
Lalu, Wiku menjelaskan bahwa secara umum vaksinasi dan imunisasi hanyalah perbedaan proses atau sebutan.
Baca Juga
Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh, yang bentuknya bisa disuntikkan, bisa juga diteteskan.
Setelah masuk, tubuh akan bereaksi membentuk sistem kekebalan atau imun atau bentuknya antibody, sehingga bisa melawan kalau tubuhnya terinfeksi virus.
Adapun, imunisasi adalah proses tubuh membuat imunitas atau kekebalan karena terbentuknya antibodi dan spesifik terhadap penyakit yang dituju.
“Jadi, tidak usah dibingungkan soal vaksinasi atau imunisasi ini. Vaksinasi adalah prosesnya saja untuk memasukkan vaksinnya. Imunisasi adalah proses timbulnya kekebalan tubuh pada manusia yang sehat,” ungkapnya.
Wiku juga menjelaskan bahwa orang yang bisa mendapatkan vaksin umumnya adalah orang yang yang sehat.
Beberapa kandidat vaksin sudah diamankan oleh pemerintah, yang sudah pasti masuk mulai tahun ini hanya bahan baku dan juga vaksin sudah jadi dari Sinovac, Sinopharm, dan dari Cansino.
Ketiga produsen tersebut sudah melakukan uji klinis fase III di beberapa negara, terutama di China, Kanada, Arab Saudi, Turki, dan Brasil.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menyebut, setidaknya ada 9,1 juta dosis vaksin dari ketiga perusahaan tersebut yang bakal mulai dikirimkan mulai November 2020.
Perinciannya, dari Sinovac sebanyak 2 kali pengiriman pada awal November sebanyak 1,5 juta dosis vaksin. Kemudian, pada Desember ada 1,5 juta vaksin. Jumlah ini bisa diberikan untuk 1,5 juta orang dengan dua kali penyuntikan.
Selanjutnya, Sinopharm berkomitmen pada Desember 2020 akan mengirimkan 15 juta dosis, sehingga jika disuntikkan dua kali bisa digunakan oleh 7,5 juta orang.
Ketiga, dari Cansino menyanggupi untuk mengirim 100.000 dosis vaksin dengan satu kali penyuntikan.
Selain ketiga perusahaan tersebut, ada juga dari London dan Geneva baru baru ini dengan Astrazeneca, pemerintah sudah mengantongi komitmen untuk menyediakan vaksin sebanyak 100 juta dosis untuk mengamankan ketersediaan.
Namun, jangan senang dulu. Pasalnya, kebutuhan vaksin di Indonesia ternyata tidak sedikit, sementara tidak semua vaksin dan produsen mampu memproduksi secara serentak.
Astrazeneca saja misalnya, walaupun sudah komitmen 100 juta vaksin, tapi tidak akan muncul tahun ini karena memang uji klinis fase III-nya belum selesai.
Yuri menegaskan bahwa vaksin bukanlah lini pertama perlindungan dan penanggulangan pandemi Covid-19, karena vaksinasi tidak melindungi paparan virus dan melindungi terkena virusnya.
“Sehingga tetap lini pertamanya adalah melaksanakan protokol kesehatan, karena harapannya kita tidak terpapar virusnya, kita mencegahnya dengan cara menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Apabila, kita tidak terpapar virusnya, maka kita tidak akan sakit dan tentunya tidak akan meninggal karena Covid-19,” kata Yuri saat konferensi pers di Jakarta, Senin (19/10/2020).
Vaksin untuk memunculkan kekebalan pada orang agar pada saat terinfeksi virus tidak menjadi jatuh sakit, bergejala, bahkan sampai meninggal. Vaksin diberikan untuk mencegah orang menjadi sakit ketika terinfeksi virus.
“Sehingga adalah lini kedua, tapi tidak membebaskan kita dari infeksi virus,” jelas Yuri.
Bahayanya lagi, bahwa sekalipun telah divaksin, tubuh masih bisa menularkan virus terutama kepada orang-orang yang belum mendapatkan vaksinasi.
Hal ini juga mengingat bahwa kapasitas produksi vaksin per bulannya terbatas, hanya diberikan kepada orang dengan usia dan kondisi tertentu berdasarkan prioritas.
Prioritas pertama antara lain tenaga kesehatan, baik yang berkontak langsung dengan pasien Covid-19 dan tidak, pegawai pelayanan publik seperti ASN, TNI, dan Polri.
Yuri menjelaskan kalau laju produksi vaksin tiap bulan pada 2021 diperkirakan hanya 10-20 juta dosis, untuk menyelesaikan kebutuhan 160 juta orang, penyuntikan vaksin baru akan bisa diselesaikan sepanjang 2021. Itu pun tergantung pada pasokan bahan baku vaksin dari para produsen.
“Maka, menjaga agar tidak terinfeksi virus dengan tetap menggunakan masker perlu dilaksanakan, karena kalau tidak, mungkin tubuh kita akan kebal, tapi kita masih bisa terinfeksi virus, yang bahaya adalah ketika menularkan kepada orang lain yang belum divaksin,” tegas Yuri.
Data Kementerian Kesehatan menyebut bahwa 80 persen dari konfirmasi kasus positif Covid-19, orang yang terinfeksi Virus Corona tidak menunjukkan gejala (OTG).
Bila OTG berada di tengah masyarakat yang tidak menjalankan protokol kesehatan dengan baik, tidak menggunakan masker, menjaga jarak, dan tidak cuci tangan, maka Covid-19 masih bisa menular ke orang lain.
“Mana kala orang yang tertular imunitasnya lebih rendah karena komorbid dan lansia, maka bisa berpotensi masuk ke fase jatuh sakit. Jadi vaksin tidak boleh jadi penyelesaian akhir pandemi ini,” kata Yuri.
Juga, tak semua orang bisa divaksin. Nyatanya, untuk vaksin Covid-19 ini nanti hanya bisa disuntikkan bagi orang berusia 18-59 tahun. Di luar itu, belum bisa mendapatkan vaksin.
“Yang divaksin adalah kelompok usia dan syarat yang sudah digunakan di dalam kaitan pelaksanaan uji klinis fase 3. Untuk produk Sinovac, Sinopharm, dan Cansino, vaksinasi hanya dilakukan di usia 18-59 tahun. Kelompok ini yang akan kita vaksin dan mereka tidak boleh ada yang berpenyakit komorbid berat,” kata Yuri dalam konferensi pers, Senin (19/10/2020).
Yuri menegaskan, orang yang di luar usia itu tidak ada data uji klinisnya, seperti pada usia 0-18 dan usia di atas 60 tahun, sehingga vaksinasi belum akan dilakukan pada kelompok usia di luar 18-59 tahun.
“Tapi kita tentu tidak akan abaikan. Tentunya dengan berjalannya waktu, kita akan melakukan penelitian dan akan dilakukan di seluruh dunia untuk rentang usia itu,” tegasnya.
Dia menambahkan, persepsi bahwa setelah ada vaksin maka selamat tinggal masker, selamat tinggal protokol kesehatan tidak bisa dilaksanakan. Masyarakat tetap diimbau agar terus beradaptasi dengan kebiasaan baru, dengan normal baru.
Pasalnya, orang menjadi faktor satu-satunya pembawa penyakit, karena virus menyebar dari pergerakan manusia dan terjadi kontak dekat dengan manusia lain yang rentan, sehingga terjadi penularan.
“Pada pergerakan ekonomi mendatang, pergerakan manusia akan jadi lebih intens, maka kita tetap harus beradaptasi dengan kebiasaan baru. Kalau sebelumnya 3M [mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker], sekarang saya lebih setuju jadi 3W, wajib cuci tangan, wajib jaga harak, dan wajib pakai masker! Karena ini lah yang akan melindungi kita dari kemungkinan terpapar,” imbuhnya.