Bisnis.com, JAKARTA - Para guru mengapresiasi kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan kebijakan Asesmen Nasional (AN) dan menghapuskan Ujian Nasional (UN). Namun, diharapkan kebijakan yang dibuat di masa pandemi ini berlandaskan sense of crisis.
"Semestinya kebijakan Kemendikbud pada saat pandemi Covid-19 hendaknya berlandaskan sense of crisis. Sebab selama pandemi, pembelajaran yang dilakukan guru masih belum maksimal dan mengalami berbagai macam kendala. Baik yang menggunakan PJJ daring maupun PJJ luring," ungkap Satriwan Salim, Koordinator Pehimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) melalui keterangan resmi, Senin (19/10/2020).
Menurutnya, peristiwa siswa bunuh diri karena PJJ yang terjadi di Goa, Sulawesi Selatan baru-baru ini, harus dijadikan momentum reflektif Kemendikbud untuk mengevaluasi secara komprehensif pelaksanaan PJJ selama delapan bulan belakangan.
"Ini sangat mendesak dan penting dilakukan ketimbang AN," ungkap Satriwan.
P2G berpandangan, evaluasi PJJ harus terlebih dahulu dilaksanakan sebelum evaluasi dan penilaian berbentuk AN yang dirancang saat pandemi.
"Program ini justru berpotensi besar menambah beban baru bagi sekolah, guru, siswa dan orangtua. Jadi sebelum menjalankan program AN, Kemdikbud bersama pemda hendaknya melakukan pembenahan dan evaluasi terhadap kualitas penyelenggaraan PJJ," imbuhnya.
Baca Juga
Pasalnya, AN dinilai bisa sukses terlaksana, apabila PJJ bisa dilaksanakan dengan baik dan berkualitas, di mana siswa nyaman dan tidak terbebani saat nanti mengerjakan AN.
Adapun, P2G menilai pendekatan "sense of crisis" harus diutamakan oleh Kemendikbud dalam membuat kebijakan, karena PJJ adalah infrasturktur utama ketika AN akan dilaksanakan.
Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Z. Haeri menambahkan, apabila tetap berjalan, Asesmen Nasional hanya akan menambah persoalan baru, di atas masalah PJJ yang juga belum tertangani dengan baik.
Siswa, guru, dan orangtua sangat berpotensi terbebani kembali, sehingga ada beban ganda, PJJ ditambah AN pula.
"Cukup siswa di Tangerang dan di Goa yang menjadi 'korban' PJJ ke depan. Dua nyawa anak Indonesia terlalu berharga," tambahnya.