Bisnis.com, SOLO - Ribuan pengunjuk rasa menggelar demo anti-pemerintah dan memenuhi jalan-jalan Kota Bangkok, Thailand, sejak tiga bulan lalu.
Pemicu awal munculnya tuntutan di jalanan tersebut akibat tuntutan reformasi monarki dan terpilihnya Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha pada Pemilu 2019.
Beberapa bulan terakhir, gerakan pro-demokrasi yang dipimpin oleh sekelompok mahasiwa memang berkembang pesat di Negeri Gajah Putih. Bahkan, beberapa aktivis pun secara terang-terangan menyuarukan reformasi monarki.
Dilansir dari The Guardian, Sabtu (17/10/2020), gelombang protes terhadap pemerintahan telah dimulai sejak Februari 2020, dipicu oleh pembubaran partai politik reformis bernama Future Forward. Namun, akibat pandemi Covid-19, aksi demo tersebut terpaksa ditunda.
Setelah itu, aksi unjuk rasa lanjutan memang baru-baru ini digelar.
Aksi kali ini bahkan mendapat perhatian luas, karena kritik terbuka terhadap monarki dan seruan reformasi Kerajaan Thailand.
Dalam salah satu tuntutannya, pendemo mengkritik kekayaan raja, pengaruhnya di bidang politik, dan kenyataan bahwa raja lebih sering menghabiskan sebagian besar waktunya di luar negeri dibandingan di negara sendiri.
Bahkan, kabarnya sang raja Thailand, Raja Maha Vajiralongkorn sering menghabiskan waktunya di Jerman.
Kritik itu dinilai mengejutkan sebagain warga Thailand, sebab Kerajaan Thailand adalah sebuah institusi yang sangat dilindungi oleh undang-undang pencemaran nama baik. Bahkan, Kerajaan Thailand itu telah lama dianggap tidak tersentuh hukum dan tabu untuk dibicarakan, apalagi demo.
Kondisi ini karena pengaruh keluarga kerajaan meresap ke setiap aspek masyarakat dan telah memicu reaksi balik dari pendirian pro-loyalis Thailand yang kukuh.
Tujuh Tuntutan
Setidaknya ada tujuh pemicu menyulutnya amarah masyarakat Thailand.
Pertama, pembubaran partai politik Future Forward yang menjadi aspirasi politik kaum muda.
Kedua, hasil pemilu 2019 dinilai sarat akan kecurangan
Ketiga, pemerintah di duga terlibat skandal 1MDB
Keempat, ketidaksetaraan di muka hukum dan deskriminasi LGBT
Kelima, Krisis eknomi akibat pandemi Covd-19
Keenam, dugaan pelanggaran HAM oleh pemerintah Thailand
Ketujuh, mendesak reformasi peran kerajaan dan pengubahan UU pencemaran Nama Baik Kerajaan.
Sejak gerakan dimulai kembali pada bulan Juli, 21 aktivis anti-pemerintah telah ditangkap, didakwa melakukan penghasutan, dan dibebaskan dengan jaminan.
Dilansir AFP sebagaimana dikutip Washington Post dan BBC, dalam demo baru-baru ini rakyat Thailand melawan tabu, mengacungkan salam tiga jari pada iring-iringan mobil kerajaan sebagai simbol pemberontakan terhadap kepemimpinan Prayuth Chan-ocha.
Sebagai informasi simbol perlawanan itu terinspirasi dari film “Hunger Games” dan trilogi buku, pada iring-iringan mobil kerajaan yang membawa ratu Thailand.
Demo di Thailand diresponsdengan keluarnya dekrit darurat yang melarang adanya pertemuan lebih dari lima orang dengan alasan kondisi lingkungan sedang dilanda pandemi. Thailand juga meluncurkan aturan pembatasan media.
Dekrit itu diluncurkan setelah ribuan massa menuntut mundurnya Prayuth Chan-ocha di Ibu Kota Thailand, Bangkok.