Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memberikan penjelasan kepada para investor jangka panjang terkait sejumlah poin dalam rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law.
Hal itu termuat dalam sebuah surat yang ditandatangani Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, dikirimkan pada 9 Okober 2020 dan ditujukan kepada 36 investor yang menanyakan sejumlah hal dalam draf regulasi tersebut.
"Dalam kesempatan ini, Pemerintah Republik Indonesia mengacu pada pernyataan yang didukung oleh 36 investor tentang Omnibus Law Cipta Kerja serta 23 perusahaan dan asosiasi," demikian bagian pembuka dalam salinan surat yang diterima Bisnis.
Wamenlu dalam surat itu menyatakan bahwa pemerintah dapat memahami keprihatinan yang diungkapkan investor. Namun, pemerintah menegaskan hal itu tidak beralasan karena UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk memberikan kerangka kerja legislatif untuk mendorong pembangunan ekonomi, perdagangan dan investasi sambil menyeimbangkan masalah lingkungan.
Pemerintah pun memberikan sejumlah penekanan dengan merujuk pada sejumlah pasal dalam omnibus law tersebut. Salah satunya terkait isu lingkungan hidup yang termuat dalam Pasal 22 draf regulasi itu.
Wamenlu menegaskan bahwa Pasal 22 UU Cipta Kerja tidak menghapuskan persyaratan izin atau izin lingkungan. Izin itu tetap berlaku saat investor mengajukan izin usaha.
Baca Juga
Izin usaha juga akan mewajibkan investor untuk melakukan penilaian dampak lingkungan dengan pendekatan berbasis risiko. Penilaian harus dilakukan secara ilmiah dan melibatkan semua pemangku kepentingan terkait, termasuk masyarakat lokal di sekitar proyek.
"Kegagalan dalam melakukan penilaian tersebut akan mengakibatkan pencabutan izin usaha," demikian tertulis pada poin penjelasan dalam surat itu.
Lebih lanjut, Wamenlu menyatakan bahwa Pasal 22 omnibus law mengatur persyaratan bagi investor untuk membentuk dana rehabilitasi lingkungan. Dana tersebut akan dialokasikan untuk rehabilitasi lingkungan dari dampak merugikan yang mungkin timbul dari investasi.
"Selain itu, RUU tersebut juga menyimpan semua ketentuan dari UU 32/2009 yang akan membuat investor bertanggung jawab atas dampak buruk terhadap lingkungan," jelasnya.
Terpisah, Mahendra Siregar mengakui bahwa surat tersebut dikirimkan pihaknya untuk menjawab pertanyaan para investor terkait omnibus law. Surat itu pun mendapatkan jawaban dari salah satu investor asal Jepang, yakni Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.
Surat yang beredar di kalangan awak media itu tampak dirilis pada 15 Oktober 2020. Surat tanggapan itu ditandatangani langsung oleh Yoshio Hishida, Representative Director and President Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.
"Itu surat saya yang dikirim ke para investor itu, yang kemudian dijawab oleh Sumitomo Mitsui Trust itu," jelas Mahendra Siregar kepada Bisnis, Minggu (18/10/2020) malam.