Bisnis.com, JAKARTA – UU Cipta Kerja resmi disahkan oleh Pemerintah dan DPR RI dalam Rapat Paripurna Tingkat I, Senin (05/10/2020). Pengesahan ini memicu pro-kontra, terutama dari kalangan pekerja dan buruh.
Penolakan pertama dicetuskan serikat buruh lantaran pengesahan UU tersebut dipercepat dan tidak sejalan dengan rencana awal, yakni 8 Oktober 2020. Selain itu, isi dalam UU Cipta Kerja mengancam berbagai sektor mulai dari kebebasan sipil, keadilan sosial, ekonomi, budaya hingga lingkungan hidup.
Publik merespon dengan memasang tagar di media sosial hingga menembus trending topic di Twitter. Tidak hanya di media sosial, para buruh pun menggencarkan aksinya lewat mogok nasional terhitung sejak kemarin, 6-8 Oktober 2020.
Tak mau ketinggalan, pemuka Agama Indonesia yang memulai petisi, sampai berita ini ditayangkan, sudah lebih dari 1 juta rakyat telah menandatangani petisi tersebut. Ini adalah bentuk penolakan akan adanya UU Cipta Kerja.
Adanya penolakan terkait UU Cipta Kerja juga dapat diproses melalui hak uji materi atau judicial review. Mengutip dari laman Indonesia.go.id, judicial review merupakan proses pengajuan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan.
Dalam praktiknya, judicial review UU terhadap UUD 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara, pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).
Mengenai judicial review ke MK, pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
1. Perorangan warga negara Indonesia,
2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang,
3. Badan hukum publik atau privat, atau
4. Lembaga negara.
Lantas, Bagaimana Prosedur Pengajuan Judicial Review?
Pemohon dapat mengajukan pengajuan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dan diajukan langsung ke gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, atau bisa mendaftar melalui situs resmi Mahkamah Konstitusi.
Permohonan harus ditulis dalam Bahasa Indonesia baku, serta ditandatangani oleh pemohon/kuasanya dan dibuat dalam 12 rangkap.
Permohonan harus memuat jenis perkara yang dimaksud disertai dengan bukti pendukung yang sistematika, seperti:
· Identitas dan legal standing Posita
· Posita petitum
· Petitum
Adapun prosedur pendaftarannya sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:
· Belum lengkap, diberitahukan.
· 7 hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi.
2. Registrasi sesuai dengan perkara:
· 7 hari kerja sejak registrasi untuk perkara.
· Setelah berkas permohonan Judicial Review masuk, maka dalam 14 hari kerja setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu) akan ditetapkan jadwal sidang. Para pihak berperkara kemudian diberitahu/dipanggil, dan jadwal sidang perkara tersebut diumumkan kepada masyarakat.
Selain itu, pemberian salinan permohonan saat memasukkan berkas permohonan ke MK berisikan:
1. Pengujian undang-undang:
· Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR.
· Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.
2. Sengketa kewenangan lembaga negara:
· Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon.
3. Pembubaran Partai Politik:
· Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan.
4. Pendapat DPR:
· Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden.