Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) angkat bicara ihwal 'sunatan massal' hukuman koruptor oleh Mahkamah Agung. MA tercatat mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) 23 koruptor sehingga hukumannya dikurangi.
Ketua KY Jaja Ahmad Jayus mengatakan pengajuan PK adalah hak terpidana dan diatur dalam Undang-undang. Menurut dia apabila ada putusan PK yang substansi mengurangi atau menambah hukuman adalah independensi hakim.
Namun, kata Jaja, apabila ada indikasi terganggunya independensi hakim tersebut, maka berpotensi ada pelanggaran etik.
"Tentunya pengajuan PK adalah hak terpidana sesuai yang diatur dalam uu hukum acara pidana. Apabila ada putusan PK yang subtansi putusannya menambah hukuman atau ada pengurangan adalah independensi hakim. Namun, apabila ada gangguan atas independensinya, misalnya faktor integritas maka betpitensi ada pelanggaran etik," kata Jaja, Kamis (1/10/2020).
Dia mengatakan bahwa selama hakim memutus sebuah perkara dengan independen, putusannya harus dihormati.
"Sekali lagi ditegaskan kalau sepanjang hakim itu independensi tidak terganggu setiap putusan hakim apapun isinya harus dihormati," kata dia.
Diketahui, MA memangkas hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dari 14 tahun menjadi 8 tahun penjara. Anas jadi koruptor ke-23 yang hukumannya disunat oleh MA.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango membiarkan masyarkaat menilai ihwal 'sunatan massal' hukuman koruptor oleh MA.
"Biar masyarakat saja yang menilai makna rasa keadilan dan semangat pemberantasan korupsi dalam putusan-putusan peninjauan kembali tersebut," kata Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango dikonfirmasi, Kamis (1/10/2020).
Dia mengatakan, lembaga antirasuah telah bekerja seoptimal mungkin dalam menangani perkara korupsi. Nawawi berujar KPK tidak bisa berbuat setelah upaya hukum PK dikabulkan
"PK adalah upaya hukum luar biasa, tak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan KPK," ujarnya.
Lebih lanjut, KPK berharap MA dapar segera menyerahkan salinan putusan terhadap koruptor yang hukumannya telah dikurangi pada upaya hukum PK. Pasalnya, ke-22 salinan putusan terhadap koruptor lainnya hingga kini pun belum diserahkan oleh MA