Bisnis.com, JAKARTA - Korea Selatan telah lama tertinggal dari negara-negara maju lainnya dalam mempromosikan upah yang setara antara perempuan dan laki-laki. Kini, dengan pukulan pandemi Covid-19, kemajuan yang diraih selama beberapa tahun terakhir terancam kembali mundur.
Wanita Korea Selatan menerima pendapatan 32,5 persen lebih sedikit daripada pria tahun lalu, kesenjangan gaji terbesar di antara 37 negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), di mana kesenjangan rata-rata adalah 13 persen.
Risiko disparitas semakin parah tahun ini. Perempuan menyumbang dua pertiga dari kehilangan pekerjaan di negara itu sejak Maret ketika pandemi melanda sektor jasa dan pekerjaan non-reguler. Di sektor-sektor tersebut jumlah perempuan jauh melebih laki-laki.
Beberapa memutuskan mempertahankan pekerjaan tetapi mengalami pemotongan gaji. Seperti Park Myeong-soon, seorang pekerja wanita kebersihan berusia 64 tahun di sebuah universitas di Kota Incheon, Korea Selatan.
Kelas tatap muka yang berkurang selama pandemi berarti lebih sedikit pekerjaan untuk Park dan berimbas pada pengurangan gajinya.
"Ini adalah masalah besar bagi orang-orang seperti saya yang hidup dari gaji ke gaji. Ini adalah saat yang paling menegangkan dan saya khawatir situasi Covid ini akan bertahan lebih lama," katanya dilansir Bloomberg, Senin (14/9/2020).
Baca Juga
Kerentanan pekerja wanita di tengah pandemi tidak hanya terjadi di Korea Selatan. Situasinya tidak jauh lebih baik di Jepang, di mana perempuan bertanggung jawab atas sebagian besar pekerjaan yang hilang selama pandemi, sementara juga menanggung beban membesarkan anak-anak. Di AS, krisis ini juga berdampak lebih besar pada wanita.
Namun, pandemi ini benar-benar memukul upaya Korea Selatan yang telah membuat kemajuan dalam menarik lebih banyak wanita ke dunia kerja dengan mempromosikan kebijakan seperti jam kerja yang fleksibel dan cuti berbayar.
Sebelum pandemi melanda, perempuan telah melampaui perolehan pekerjaan laki-laki sejak 2015. Kesenjangan upah berdasarkan gender telah menyempit dari 37,2 persen pada periode yang sama.
Masih belum pasti apakah pekerjaan yang hilang dari perempuan akan kembali ketika ekonomi pulih karena Covid-19 membentuk kembali cara bisnis beroperasi.
"Wanita adalah yang pertama terpukul ketika ada krisis ekonomi dari krisis keuangan Asia hingga Covid-19. Dan ketika situasi pekerjaan membaik, perempuan kembali mengambil pekerjaan yang lebih buruk daripada laki-laki," Bae Eun-kyung, seorang profesor sosiologi di Universitas Nasional Seoul, mengatakan pada sebuah forum bulan ini.
OECD mengatakan dalam survei ekonomi Korea Selatan pada Agustus bahwa krisis Covid-19 memperburuk ketidaksetaraan negara tersebut. Lembaga itu menyarankan agar pemerintah secara teratur menerbitkan analisisnya tentang hasil upah untuk mencapai gaji yang lebih adil di semua jenis kelamin.
Situasi gender Korea Selatan tertinggal dari statusnya sebagai rumah bagi beberapa perusahaan paling maju di dunia, seperti Samsung Electronics Co. dan SK Hynix Inc.
Kesenjangan masih lebar dalam posisi kepemimpinan. Data dari kantor statistik menunjukkan, jumlah wanita yang memegang jabatan manajerial di perusahaan swasta besar dan didanai negara adalah 19,8 persen tahun lalu, turun dari 20,6 persen pada 2018. Dalam data yang dikumpulkan oleh Inter-Parliamentary Union, wanita Korea Selatan hanya memegang 19 persen kursi DPR, di bawah rata-rata global 25 persen.
Sebagian besar stimulus pemerintah tahun ini, termasuk anggaran tambahan keempat yang diusulkan, difokuskan pada perlindungan pekerjaan dan pekerja yang rentan, tetapi tidak banyak membantu dalam menyelesaikan ketidaksetaraan gender.
"Pemerintah mungkin memberikan dukungan untuk setiap sektor tetapi mereka merasa sulit untuk melakukannya untuk jenis kelamin tertentu, karena pilihan pekerjaan bersifat individual," kata Joseph Han, ekonom di Institut Pembangunan Korea.