Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inikah Penyebab Kemenkes Cabut Aturan Rapid Test untuk Perjalanan?

Rapid test tidak dapat dijadikan patokan diagnosis untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak.
Menteri Kesehatan Terawan saat konferensi pers/Kemenkes
Menteri Kesehatan Terawan saat konferensi pers/Kemenkes

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan mencabut aturan untuk melakukan rapid test atau swab test sebelum melakukan perjalanan dan digantikan hanya dengan ukur suhu tubuh.

Seperti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatab Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), orang yang melakukan perjalanan tidak akan dites, penemuan kasus baru akan difokuskan di pintu masuk wilayah.

Pada halaman 35 surat keputusan itu disebutkan bahwa secara umum kegiatan penemuan kasus Covid-19 di pintu masuk diawali dengan penemuan kasus pada pelaku perjalanan.

Pelaku perjalanan sendiri diartikan sebagai orang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.

Pencabutan aturan rapid test untuk pelaku perjalanan itu boleh jadi mempertimbangkan kelemahan dari rapid test itu sendiri.

Saat ini, memang ada ada dua metode pemeriksaan untuk Covid-19 yaitu rapid test dan swab PCR atau uji usap.

Rapid test ditujukan untuk skrining atau penyaringan awal. Sementara, swab PCR dilakukan untuk mendiagnosis apakah seseorang terdeteksi Covid-19.

Kedua metode pemeriksaan ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Dikutip dari ekahospital.com, kelebihan dari rapid test adalah pemeriksaan atau metode skriningnya yang mudah dan cepat untuk dilakukan.

Metode ini juga dapat menjadi alternatif untuk mendata dan mengidentifikasi orang-orang yang memerlukan pemeriksaan lanjutan swab PCR. Namun, kekurangannya adalah, rapid test tidak dapat dijadikan patokan diagnosis untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak.

Seseorang yang mendapatkan hasil rapid test positif (reaktif) harus memastikan kembali dengan pemeriksaan lanjutan swab PCR, sementara seseorang yang mendapatkan hasil rapid test negatif (non-reaktif) idealnya perlu mengulang rapid test dalam 7 – 10 hari kemudian dikarenakan antibodi yang diperiksa melalui rapid test tidak langsung terbentuk saat terinfeksi Virus Corona, namun diperlukan waktu minimal 7 hari setelah infeksi virus hingga antibodi terbentuk.

Adapun swab PCR memiliki kelebihan dengan keakuratannya dalam menguji atau mendeteksi keberadaan virus SARS-CoV-2 atau Covid-19 pada awal infeksi virus di dalam tubuh seseorang. Namun, kekurangannya adalah, metode ini memerlukan prosedur pemeriksaaan yang lebih rumit dan waktu hasil pemeriksaannya yang lebih lama.

Dengan pencabutan aturan rapid test dan swab test untuk pelaku perjalanan, maka untuk melacak kasus Covid-19 di pintu masuk atau perbatasan, maka Kemenkes memberlakukan langkah sebagai berikut:

a. Meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan (awak/personel, penumpang) khususnya yang berasal dari wilayah/negara dengan transmisi lokal, melalui pengamatan suhu dengan thermal scanner maupun thermometer infrared, pengamatan tanda dan gejala, maupun pemeriksaan kesehatan tambahan.

b. Melakukan pemeriksaan dokumen kesehatan pada orang.

c. Jika ditemukan pelaku perjalanan yang terdeteksi demam melalui thermal scanner/thermometer infrared maka dipisahkan dan dilakukan wawancara serta dievaluasi lebih lanjut.

d. Jika ditemukan pelaku perjalanan terdeteksi demam dan menunjukkan gejala-gejala pneumonia di atas alat angkut berdasarkan laporan awak alat angkut, maka petugas KKP akan melakukan pemeriksaan dan penanganan ke atas alat angkut dengan menggunakan APD yang sesuai.

e. Tatalaksana terhadap pelaku perjalanan dilakukan sesuai dengan kriteria kasus dan kondisi, serta prosedur penanganan kasus.

f. Terhadap barang dan alat angkut dilakukan tindakan kekarantinaan sesuai SOP yang berlaku.

Sementara itu, terkait dengan kewajiban tes juga diimbau tetap dilakukan sebagai kelengkapan dokumen kesehatan dan untuk mematuhi aturan di tempat tujuan. Bali, misalnya, yang masih menggunakan aturan rapid test untuk masuk Bali.

Sejumlah ahli dan epidemiolog mengatakan dicabutnya aturan rapid test untuk perjalanan tidak ada hubungannya dengan penularan. Pasalnya, masa inkubasi Virus Corona terlalu lama sampai dua pekan, selain itu, hasilnya belum tentu tepat sehingga tidak bisa digunakan untuk diagnosis Covid-19.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper