Bisnis.com, JAKARTA - Setelah memeriksa kesaksian purnawirawan TNI, hari ini KPK memanggil mantan perwira tinggi Polri terkait penyidikan kasus korupsi di PT Dirgantara Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (31/8/2020), memanggil mantan Direktur Polisi Udara (Poludara) Baharkam Polri Irjen Pol (Purn) Deddy Fauzi Elhakim.
Deddy dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi pengadaan kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (DI) Tahun 2007-2017.
"Dipanggil sebagai saksi untuk tersangka BS (Budi Santoso/mantan Dirut PT DI)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (31/8/2020).
Selain itu, KPK memanggil seorang saksi lainnya untuk tersangka Budi, yaitu Staf Keuangan PT DI Sonny Ibrahim.
Sebelumnya, pada Kamis (27/8/2020) KPK memanggil tiga purnawirawan TNI Angkatan Darat (AD) sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi ini.
"Ketiganya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka BS (Budi Santoso/mantan Dirut PT DI)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Tiga pensiunan TNI AD, yakni FX Bangun Pratiknyo yang juga pernah menjabat Staf Khusus Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad), Aris Supangkat, dan Catur Puji Santoso.
Sebelumnya pada Rabu (26/8), KPK juga telah memeriksa dua pensiunan TNI AD lainnya, yaitu Mayjen TNI (Purn) Mulhim Asyrof dan Zemvani Abdul Karim.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BS, penyidik kembali mengumpulkan alat bukti melalui keterangan kedua saksi tersebut masih seputar adanya dugaan penerimaan "kickback" (imbalan) kepada pihak end user di PT DI," ungkap Ali.
Selain Budi Santoso, KPK pada 12 Juni 2020 juga telah menetapkan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ) sebagai tersangka.
Dalam konstruksi perkara disebut bahwa pada awal 2008, tersangka Budi dan tersangka Irzal bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Dalam setiap kegiatan, tersangka Budi sebagai direktur utama dan dibantu oleh para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.
Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.
Selanjutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut terdiri atas pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar AS atau sekitar Rp125 miliar, akibatnya total terjadi kerugian negara yang nilainya sekitar sekitar Rp330 miliar.
Setelah enam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT DI, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI diantaranya tersangka Budi, tersangka Irzal, Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan, dan Budiman Saleh selaku Direktur Niaga dan Restrukturisasi PT DI.