Bisnis.com, JAKARTA - Terapi plasma yang sedang menjadi harapan baru untuk pengobatan pasien Covid-19 di Amerika Serikat diragukan keefektifannya.
Badan Kesehatan Dunia WHO menyatakan sangat berhati-hati dalam mendukung penggunaan plasma pasien Covid-19 yang telah dipulihkan untuk pengobatan.
WHO menilai kualitas terapi plasma tergolong rendah meski pemerintah AS telah mengeluarkan otorisasi darurat untuk terapi semacam itu.
Apa yang disebut terapi plasma, yang telah lama digunakan untuk mengobati penyakit, muncul sebagai titik nyala politik terbaru dalam perlombaan untuk menemukan terapi untuk Covid-19.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada Minggu mengesahkan penggunaannya setelah Presiden Donald Trump menyalahkan badan tersebut karena menghalangi peluncuran vaksin dan terapi karena alasan politik.
Teknik pengobatan terapi plasma dilakukan dengan pengambilan plasma kaya antibodi dari pasien yang telah pulih dari Covid-19. Plasma itu kemudian diberikan kepada mereka yang menderita infeksi aktif yang parah dengan harapan mereka akan pulih lebih cepat.
Baca Juga
Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO mengatakan hanya beberapa uji klinis yang membuktikan terapi plasma itu berhasil. Menurutnya, setidaknya sejauh ini terapi itu belum cukup meyakinkan untuk mendukung keberhasilan pengobatan.
Beberapa percobaan telah menunjukkan beberapa manfaat, katanya, namun manfaatnya kecil dan datanya sejauh ini tidak meyakinkan.
"Saat ini kualitas bukti masih sangat rendah," kata Swaminathan dalam konferensi pers seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Selasa (25/8/2020).
Dia juga menegaskan bahwa pemulihan plasma masih merupakan terapi eksperimental dan harus terus dievaluasi dalam uji klinis acak yang dirancang dengan baik.
Satu penelitian di China menunjukkan plasma dari orang yang telah pulih dari virus Corona gagal membuat perbedaan pada pasien yang dirawat di rumah sakit, sementara analisis lain yang dikumpulkan menunjukkan hal itu dapat menurunkan risiko kematian.
Salah satu tantangan, tambah Swaminathan, adalah variabilitas plasma, karena diambil dari banyak orang yang berbeda sehingga menghasilkan produk yang kurang berstandar dibandingkan antibodi monoklonal yang dibuat di laboratorium.
Penasihat senior WHO Bruce Aylward menambahkan bahwa di luar kemanjuran plasma, ada juga potensi risiko keamanan yang harus diperiksa.
"Ada sejumlah efek samping," kata Aylward, mulai dari demam ringan hingga cidera paru-paru parah atau kelebihan sirkulasi.