Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat kepolisian, Edi Hasibuan menilai penyidikan dua jenderal Polri yang terlibat kasus pelarian terpidana Djoko Tjandra berjalan secara profesional.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) ini berpandangan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo sangat tegas dan transparan dalam perkara yang sempat membuat heboh jajaran kepolisian dan kejaksaan ini.
"Siapa saja yang terlibat sesuai perintah Kapolri akan diproses termasuk memproses secara hukum mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Irjen Pol Napoleon Bonaparte yang notabene adalah jenderal bintang dua karena terindikasi menerima suap dari Djoko Tjandra sebesar 20 ribu dolar Amerika " kata mantan anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (15/8/2020).
Edi menuturkan penyidikan yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri banyak diapresiasi dan sepenuhnya mendapat dukungan dari masyarakat.
Selain mengusut keterlibatan di internal kepolisian, Edi mengharapkan agar semua pihak yang terlibat termasuk sejumlah orang yang di luar Polri juga diproses dengan tegas.
"Kita melihat keikutsertaan para oknum penegak hukum dalam membantu buronan Djoko Tjandra telah melukai rasa keadilan masyarakat," kata pengajar di Universitas Bhayangkara ini.
Sebelumnya, tiga jenderal dicopot karena diduga terlibat kasus pelarian Djoko Tjandra yakni Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Korwas PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo, Kepala Divisi Hubungan Internasional Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Brigjen Pol Nugroho Wibowo.
Napoleon dan Prasetijo telah ditetapkan menjadi tersangka kasus suap atas perkara ini. Prasetijo juga menjadi tersangka kasus pembuatan surat jalan palsu yang dipakai Djoko Tjandra terbang dari Jakarta ke Pontianak.
Kasus ini juga menyeret Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka suap namun kasusnya disidik Kejaksaan Agung.
Djoko Tjandra kabur pada Juni 2009 ke Papua Nugini setelah dihukum dua tahun penjara pada kasus kasus pengalihan hak tagih (cessie) antara PT Era Giat Prima (EGP) dengan Bank Bali kabur ke Papua Nugini.
Setelah 11 tahun menjadi buron, pada 8 Juni 2020, Djoko muncul di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas vonis hukuman itu. Djoko sempat membuat paspor ke Kantor Imigrasi Jakarta Utara pada 23 Juni 2020.
Usai mendaftarkan PK, dia lalu kabur ke Malaysia tanpa melalui pemeriksaan Imigrasi, namun dia tertangkap di sana, 30 Juli 2020 lalu dibawa pulang ke Indonesia dan kini menjalani hukuman di Lapas Salemba.