Bisnis.com, SLEMAN - Situs sejarah berupa dua rumah limasan di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terancam tergusur oleh proyek Tol Jogja-Bawen.
Padahal, kedua rumah limasan di dua lokasi berbeda tersebut punya nilai sejarah dalam perjuangan Bangsa Indonesia merebut kemerdekaan, sehingga dijadikan bangunan cagar budaya (BCB).
Rencana pembangunan dua ruas jalan tol, Jogja-Solo dan Jogja-Bawen mengancam keberadaan bangunan cagar budaya (BCB). Kedua bangunan tersebut merupakan rumah limasan yang memiliki nilai sejarah tinggi khususnya pada masa perjuangan.
Satu BCB yang terancam tergusur ruas tol Jogja-Bawen adalah Rumah limasan milik Mijosastro di Pundong 2, Tirtoadi, Mlati. Sementara lainnya rumah limasan di Tegalrejo, Tamanmartani, Kalasan milik Soedarjo.
Rumah limasan di Pundong 2 pernah menjadi posko logistik para pejuang dan menjadi salah satu BCB yang ditetapkan melalui SK Bupati Sleman Tahun 2017. Adapun Rumah limasan di Tegalrejo juga menjadi salah satu markas pejuang Militer Akademi (Taruna Akmil). Bahkan ahli bom Indonesia sekaligus mantan Rektor UGM Herman Johannes juga pernah tidur di rumah tersebut.
Bedanya, rumah limasan di Tegalrejo ini belum terdaftar resmi sebagai BCB, namun pada 2016 pemiliknya mendapat penghargaan dari Pelestari Cagar Budaya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY sebagai pelestari BCB.
Terkait keberadaan BCB tersebut, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksanaan Tol Jogja-Bawen, Heru Budi Prasetyo mengatakan rumah BCB tersebut nanti akan digeser. Nanti pembayaran seperti biasa, pemiliknya membeli tanah di sebelahnya kemudian dibangun kembali di sekitar sana. Bangunan tersebut akan dibangun kembali menyerupai aslinya.
"Itu bangunan kena semua. Bangunan itu knock down, oleh Pemda BCB itu akan digeser, bisa dibongkar pasang. Kemarin saat sosialisasi pemiliknya sudah membolehkan, dipindah namun tetap dijadikan cagar budaya," kata Heru, Selasa (11/8), seperti dilaporkan Harianjogja.com, Rabu (12/8/2020).
Sejauh ini, katanya, hanya bangunan tersebut yang masuk dalam area pembangunan jalan tol Jogja-Bawen. Lainnya kata Heru, area persawahan, permukiman penduduk dan mata air. Sama halnya dengan BCB, mata air terdampak jalan tol juga nanti akan digeser. "Sudah ditracing sudah tidak ada lagi BCB," kata Heru.
Hal senada disampaikan Staff Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksana Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Tol Jogja-Solo Galih Alfandi. Menurut Galih, hingga saat ini terkait BCB perlakuannya masih sama dengan lahan-lahan warga yang lainnya. Alasannya, keberadaan rumah limasan yang knock down masih bisa dipindah. "Karena bangunan nya semi permanen sepertinya bisa di pindahkan ke tempat lain," kata Galih.
Sejarawan UGM Djoko Suryo atau KRT Suryohadibroto berharap BCB ataupun bangunan bersejarah lainnya tetap dilindungi dari pembangunan jalan tol. Apalagi jika bangunan tersebut terkait dengan perjuanan atau perjalanan tokoh nasional.
"Nilai sejarahnya harus dipertahankan dan dipelihara. Kalau sudah dialihfungsikan nilainya bisa luntur, hilang. Maka bangunan tersebut harus dicagarkan," kata Djoko, Selasa (11/8/2020).
Dia mengatakan, rumah limasan di Tegalrejo yang pernah dijadikan markas para pejuang apalagi menjadi tempat ahli bom sekaligus Rektor UGM Herman Johannes sangat langka di Jogja. Rumah tersebut bisa menjadi monumen dan peringatan bagi generasi selanjutnya.
"Di Sleman dulu rumah para pamong dijadikan markas oleh para pejuang. Jika masih ada (yang berdiri) apalagi ada saksi sejarahnya itu sangat langka. Saya usulkan bangunan itu harus dipertahankan dan dilindungi," katanya.