Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi Filipina mengalami kontraksi cukup dalam pada kuartal kedua akibat pemberlakuan lockdown terpanjang di Asia.
Produk domestik bruto Filipina terkontraksi hingga 16,5 persen (year on year/yoy). Badan statistik nasional Filipina mengungkapkan kontraksi ini merupakan yang terburuk sejak 1981.
Angka tersebut meleset dari konsensus Bloomberg yang memproyeksikan median PDB Filipina sebesar minus 9,4 persen.
Penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut telah membawa Filipina masuk ke zona resesi.
"Biaya ekonomi untuk menekan penyebaran virus meningkatkan luka besar di konsumsi rumah tangga dan keuangan korporasi yang akan memperberat pertumbuhan permintaan pada bulan-bulan mendatang," ujar Analis Capital Economis Alex Homes.
Kegagalan meredam virus, pembatasan pergerakan dan kurangnya dukungan kebijakan membuat Filipina berisiko mengalami pemulihan yang paling lamban di kawasan.
Baca Juga
Indeks saham Filipina naik 0,3 persen dalam tiga hari berturut-turut. Nilai tukar peso bergerak di kisaran 49,074 per dolar AS pada pukul 10.45 waktu setempat.
Presiden Rodrigo Duterte menerapkan kebijakan lockdown dan menutup hampir seluruh bisnis serta menyetop transportasi publik dari Maret hingga Mei.
Kenaikan infeksi Covid-19 membuat pemerintah negara tersebut memutuskan kembali menutup Manila dan sekitarnya. Angka kasus Covid-19 di Filipina meningkat enam kali lipat sejak lockdown dilonggarkan pada Juni lalu.
Berikut ini adalah angka-angka indikator PDB Filipina pada kuartal II/2020:
- Konsumsi rumah tangga turun 15,5%
- Manufaktur turun 22,9%
- Jasa turun 15,8%
- Belanja pemerintah naik 22,1%