Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyebutkan bahwa sedikitnya 31 daerah peserta Pilkada serentak 2020 berpotensi hanya memiliki calon tunggal pada pemilihan 9 Desember mendatang.
Dia mengatakan 31 daerah tersebut dibagi atas 26 kabupaten dan 5 kota. Dari total tersebut, 20 di antaranya menunjukkan kecenderungan kuat mengusulkan calon tunggal.
“Tetapi masih bisa berubah karena masih sangat dinamis, dan tahu sendiri proses pencalonan Pilkada kita cenderung injury time,” katanya dalam diskusi virtual Perludem, Selasa (4/8/2020).
Dia merinci 20 kabupaten kota di antaranya adalah Kota Semarang, Kota Surakarta, Kebumen, Grobogan, Sragen, Wonosobo, Ngawi, Wonogoro, Kediri, Kabupaten Semaang, Kabupaten Blitar, Banyuwangi, Boyolali, Klaten, Gowa, Sopeng, Pematang siantar, Balikpapan, dan Gunung Sitoli.
Menurutnya, calon tunggal kini bertransformasi dari upaya mengatasi kebuntuan politik. Langkah ini untuk memastikan kemenangan calon sejak awal serta menghindari kompetisi dengan calon lainnya.
“Jadi ini yang kita baca dari fenomena calon tunggal di indonesia hari ini,” ujarnya.
Baca Juga
Guna mencegah maraknya fenomena calon tunggal ini, Perludem mengusulkan perbaikan pada empat hal. Yaitu perbaikan regulasi, demokratisasi kelembagaan partai politik, penegakan hukum yang efektif, dan membangun kesadaran masyarakat.
Selain itu, Titi merinci sejumlah rekomendasi sejumlah kebijakan untuk menghindari dampak buruk dari calon berlatarbelakang dinasti dan calon tunggal.
Pertama, memberikan alternatif calon alternatif agar tercipta Pemilu yang kompetitif. Kedua, merekonstruksikan keserentakan Pemilu menjadi Pilkada serentak nasional dan daerah baik DPRD maupun kepala daerah.
Langkah itu disertai dengan penghapusan ambang batas pencalonan sebagai konsekuensi keserentakan Pemilu dengan sistem plural. Dia meyakini poin ini akan mendorong koalisi yang lahir secara alamiah.
Keempat, Perludem merekomendasikan agar penyerahan visi, misi dan program dari calon bukan sekadar formalitas. Terlebih saat penetapan calon di masa akhir pendaftaran membuat calon hanya menyalin visi misi misalnya dokumen nawacita saat pencalonan Presiden Joko Widodo.
“Harus ada peran panel ahli untuk membedah visi misi untuk memastikan kesesuaian dengan RPJM dan RPJP,” ujarnya.
Rekomendasi kelima yaitu dokumen visi misi diapat disusun secara dinamis bukan statis. Pasalnya, visi misi merefleksikan interaksi calon dengan para pemilih.
Keenam, dia mengusulkan agar debat kandidat dapat dimanfaatkan untuk mengeksplorasi dan membedah visi misi calon bukan hanya seremonial. Terakhir adalah pembatasan belanja kampanye dan jaminan pengaturan akuntabilitas dana kampanye.
“Kenapa mereka bisa menang karena ada aktivitas yang tidak akuntabel seperti menggunakan uang. Kan kita ingin pilkada yang adil dan setara yang kompetitif,” tuturnya.