Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Astaga, Keluarga Miskin Penerima Bansos Habiskan Uang Untuk Beli Rokok

Keluarga penerima Bansos yang merokok cenderung memiliki kondisi sosio ekonomi yang lebih buruk dibandingkan dengan keluarga penerima bantuan sosial yang tidak merokok.
Ilustrasi asap rokok. /Bisnis.com
Ilustrasi asap rokok. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Berbicara mengenai tingginya konsumsi rokok di Indonesia erat kaitannya dengan masalah kemiskinan yang tak kunjung usai. Pengeluaran untuk belanja rokok yang terlampau tinggi membuat keluarga miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan lain yang sudah barang tentu jauh lebih penting.

Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) Aryana Satrya mengatakan berdasarkan studi yang pihaknya lakukan pada Juli 2020, penerima bantuan sosial di Kota Malang dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur keluarga penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) masih belum mampu memenuhi kebutuhan penting akibat tingginya pengeluaran untuk belanja rokok.

"Salah satu informan penelitian mengatakan suaminya lebih memilih untuk membeli rokok daripada membayar sekolah anaknya. Yang dipentingkan malah [beli] rokok," katanya pada diskusi virtual  bersama Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) yang digelar pada Senin (27/7/2020).

Bahkan, penelitian tersebut mengungkapkan bahwa keluarga penerima PKH yang anggota keluarganya merokok cenderung memiliki kondisi sosio ekonomi yang lebih buruk dibandingkan dengan keluarga penerima bantuan sosial yang tidak merokok.

Fakta tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan tahun lalu oleh PKJS-UI yang mana keluarga penerima bantuan sosial (bansos) berpeluang lebih besar menjadi perokok dibandingkan dengan keluarga bukan penerima bansos.

Demikian halnya dengan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 yang menunjukkan bahwa belanja rokok secara konsisten merupakan konsumsi penduduk miskin terbesar setelah beras. Baik pada masyarakat perkotaan sebesar 11,07 persen maupun perdesaan sebesar 10,21 persen.

Tingginya konsumsi rokok, utamanya pada masyarakat miskin  menurut Aryana membuat hak anak untuk tumbuh dan berkembang maksimal akhirnya terenggut.

“Perilaku merokok menimbulkan pergeseran (shifting) konsumsi. Uang yang dapat dibelikan makanan digunakan untuk membeli rokok oleh masyarakat miskin sehingga nutrisi tidak tercukupi dan akhirnya menimbulkan stunting pada anak," tuturnya.

Hasil studi PKJS-UI sebelumnya menunjukkan anak-anak dari orang tua perokok kronis memiliki pertumbuhan berat badan secara rata-rata lebih rendah 1,5 kg dan pertumbuhan tinggi badan rata-rata lebih rendah 0,34 cm.

"Dampak kejadian stunting tersebut juga berpengaruh terhadap intelegensi anak," tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rezha Hadyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper