Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

60 Persen Warga AS Kecewa dengan Kebijakan Trump Tangani Covid-19

Sekitar 60 persen atau tiga dari lima warga Amerika Serikat (AS) mengaku kecewa dan tidak puas dengan kinerja Presiden Donald Trump dalam menangani pandemo Covid-19 di Negeri Paman Sam tersebut.
Presiden AS Donald Trump saat berkunjung ke pabrik Rawsonville Ford Motor Company di Ypsilanti, Michigan, AS (21/5/2020)/Antara
Presiden AS Donald Trump saat berkunjung ke pabrik Rawsonville Ford Motor Company di Ypsilanti, Michigan, AS (21/5/2020)/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Sekitar 60 persen atau tiga dari lima warga Amerika Serikat (AS) mengaku kecewa dan tidak puas dengan kinerja Presiden Donald Trump dalam menangani pandemo Covid-19 di Negeri Paman Sam tersebut.

Hal itu berdasarka polling atau jajak pendapat terbaru yang dipublikasikan pada Jumat (17/7) waktu setempat, sehari setelah AS mencatatkan lebih dari 70.000 kasus terkonfirmasi Covid-19 dalam sehari, sehingga menjadi rekor baru danmemecahkan rekor sebelumnya.

"Tingkat ketidakpuasan sebesar 60 persen yang ditunjukkan dalam jajak pendapat Washington Post-ABC News selama 12-15 Juli tersebut mewakili peningkatan 15 poin persentase sejak Maret," tulis laporan Xinhua, Sabtu (18/7/2020).

Survei terbaru itu menunjukkan 52 persen responden "sangat" tidak puas dengan langkah penanganan yang dilakukan Presiden Donald Trump terhadap krisis Covid-19, atau naik 9 poin persentase sejak Mei dan 16 poin persentase sejak Maret.

Warga yang menyatakan puas dengan respons Trump terhadap pandemi tersebut turun menjadi 38 persen dari 46 persen pada Mei dan 51 persen pada Maret.

Selain itu, proporsi responden yang menganggap bahwa pengendalian penyebaran virus itu jauh lebih penting mencapai 63 persen, hampir dua kali lipat dari 33 persen responden yang meyakini bahwa memulai kembali perekonomian merupakan isu yang lebih mendesak, seperti ditunjukkan dalam jajak pendapat tersebut.

Perbedaan besar serupa juga terjadi antara jumlah responden yang mendukung kuat pembatasan penularan penyakit dengan mereka yang teguh meyakini pembukaan kembali perekonomian, masing-masing mewakili 52 persen dan 26 persen.

Trump dan pejabat pemerintahan lainnya berulang kali berargumen untuk membuka kembali negara tersebut, kendati para ahli kesehatan masyarakat terus memperingatkan agar tidak melakukannya secara prematur.

Jajak pendapat tersebut mensurvei sampel 1.006 orang dewasa secara acak dari seluruh negeri dan memiliki batas galat kurang lebih 3,5 poin persentase. Jajak pendapat itu muncul saat Trump menuai kritik tajam dari para pejabat yang masih menjabat maupun yang sudah lengser karena gagal membatasi penyebaran wabah Covid-19 secara efektif.

Gubernur Maryland Larry Hogan dari Partai Republik menulis artikel pedas di Washington Post edisi Kamis (16/7), yang mengecam respons Trump terhadap penyebaran Covid-19 dan menyebutnya sebagai "hal yang sia-sia."

"Saya menyaksikan saat presiden (Trump) meremehkan tingkat keparahan wabah dan ketika Gedung Putih gagal mengeluarkan peringatan kepada masyarakat, menyusun strategi untuk 50 negara bagian, maupun mengirimkan peralatan medis atau ventilator penyelamat nyawa dari pusat penyimpanan nasional ke rumah-rumah sakit di AS," ujar Hogan.

"Pada akhirnya, sudah jelas bahwa menunggu presiden untuk melakukan respons negara merupakan hal yang sia-sia. Jika kita menundanya lebih lama lagi, maka kita mengantarkan lebih banyak warga negara kita menuju penderitaan dan kematian."

Artikel serupa yang ditulis oleh empat mantan direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC) AS dan juga dipublikasikan oleh Washington Post pada edisi Selasa (14/7), mengatakan bahwa Trump telah memolitisasi ilmu pengetahuan melalui cara-cara yang tidak pernah diadopsi oleh presiden mana pun.

Tom Frieden, Jeffrey Koplan, David Satcher, dan Richard Besser mengungkapkan bahwa para ahli kesehatan masyarakat harus berjuang melawan dua musuh yakni COVID-19 dan "para pemimpin politik dan pihak lain yang berusaha mengacaukan" CDC.

Mereka juga menunjukkan bukti baru bahwa "upaya berulang kali untuk merusak pedoman kesehatan masyarakat yang dapat diandalkan menimbulkan kekacauan dan ketidakpastian, serta membahayakan nyawa yang semestinya tidak perlu terjadi."


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Sutarno
Sumber : Xinhua/Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper