Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah mengenakan pasal baru yaitu pencucian uang terhadap tersangka Maria Pauline Lumowa dalam kasus pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar Rp1,7 triliun.
Kabareskrim Polri, Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan selama 17 tahun ini tersangka Maria Pauline Lumowa hanya dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana penjara maksimal seumur hidup.
Menurut Listyo, penyidik juga telah mengenakan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ke tersangka Maria Pauline Lumowa karena diduga telah menyamarkan uang hasil kejahatannya ke dalam bentuk saham dan aset.
"Untuk tersangka MPL ini kan ancamannya hanya Pasal Tipikor saja dengan ancaman seumur hidup, tetapi kami sudah siapkan pasal baru yaitu TPPU," tutur Listyo, Jumat (10/7).
Listyo juga menjelaskan bahwa tim penyidik sudah bergerak untuk menelusuri seluruh aset bergerak dan tidak bergerak milik tersangka untuk dirampas dalam rangka pengembalian kerugian negara.
Listyo meyakini aset milik tersangka tersebut telah disebar di dalam maupun di luar negeri.
"Tim penyidik sudah mulai melakukan tracing asset milik tersangka dalam rangka pengembalian kerugian negara. Prinsipnya follow the money," kata Listyo.
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.