Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gubernur Kalbar Blak-Blakan Sistem Zonasi Covid-19 Semu, Sejumlah Pakar Turut Beri Kritik

Hermawan Saputra mengatakan sistem zonasi itu tidak tepat diterapakan pada tingkat nasional atau provinsi.
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji./Antara
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji./Antara

Bisnis.com, JAKARTA -  Sejumlah pakar dan praktisi kesehatan menilai pendekatan risiko Covid-19 berdasarkan provinsi melalui sistem zonasi cenderung menggambarkan fakta epidemiologi yang tidak tepat alias keliru merepresentasikan keadaan yang sesungguhnya.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mengatakan sistem zonasi itu tidak tepat diterapakan pada tingkat nasional atau provinsi. Hermawan beralasan setiap daerah memiliki kondisi aksesibilitas dan demografi yang berbeda.

Dengan demikian, menurutnya, sistem zonasi pada tingkat nasional atau provinsi cenderung tidak efektif untuk memetakan kondisi epidemiologi sebenarnya di tengah masyarakat.

“Tetapi kalau dilakukan pada level kabupaten, kota, desa dan kecamatan itu menarik. Tetapi memang tergantung karakteristik wilayahnya kalau seperti di sekitar Jabodetabek atau DKI Jakarta ini memang tidak begitu penting dengan beragam pintu masuk, aksesibilitas dan demografi penduduknya yang padat,” kata Hermawan melalui pesan suara kepada Bisnis, pada Senin (6/7/2020).

Hermawan menggarisbawahi sistem zonasi itu dimaksudkan sebagai fungsi, perencanaan dan evaluasi strategi yang mesti dilakukan instrumen pemerintah.

Dengan demikian, menurut dia, sistem zonasi itu bukan diarahkan sebagai alat stigmatisasi terkait dengan tingkatan transmisi lokal virus di suatu provinsi.

“Saya ulangi, pada level kabupaten dan kota terutama yang berada di luar Pulau Jawa dengan karakteristik yang berjauhan itu sangnat penting tetapi di wilayah DKI Jakarta dan episentrum ini memang tidak efektif untuk sistem zonasi ini,” ungkapnya.

Risiko Berdasarkan Wilayah

Senada, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan pendekatan risiko berdasarkan wilayah terkait dengan penilaian status Covid-19 di suatu daerah dapat menggambarkan fakta yang keliru.

“Pendekatan risiko berdasarkan wilayah bisa menyesatkan, karena penyebaran kasus sangat dipengaruhi gerak penduduk,” kata Pandu.

Dia menuturkan, temuan kasus baru dipengaruhi oleh kegiatan tes yang masif di tengah masyarakat.

 “Bahkan ada wilayah yang menolak tes, karena ingin mempertahankan status risiko rendahnya,” ujarnya.

zonasi
zonasi

Zonasi risiko penularan Covid-19 di Jawa Timur./Twitter @JatimPemprov

Sebelumnya, Gubernur Kalimantan Barat  (Kalbar) Sutarmidji membeberkan sistem zonasi untuk menentukan tingkat kerawanan penyebaran Covid-19 yang diinisiasi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tidak dapat digunakan untuk menakar kondisi riil epidemiologi di suatu daerah.

Sutarmidji berpendapat sistem zonasi itu mudah untuk dimanipulasi oleh kepala daerah dengan tidak melakukan tes dan penelusuran kontak di tengah masyarakat untuk menjaring orang yang terinfeksi.

“Kita bilang daerah kita hijau [ya] enggak usah dilakukan rapid test, nanti kan tidak ada kasus. Padahal itu [sistem zonasi] semu,” kata Sutarmidji saat memberi keterangan secara virtual di BNPB, Jakarta, pada Jumat (3/7/2020).

Dengan demikian, menurut dia, yang menjadi patokan itu justru bukan pada zona hijau di awal melainkan bagaimana suatu daerah dapat mengurangi transmisi lokal agar pada akhirnya dapat menurunkan tingkat penyebaran Virus Corona.

“Yang paling bagus itu bukan dari awal dia [zona] hijau, kalau tidak rapid test bisa hijau. Tetapi bagaimana dia merah lalu menajdi oranye, kuning dan kemudian hijau. Kita harus satu bahasa dan standar,” kata dia.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan adanya dinamika peta resiko Covid-19 selama diterapkannya upaya adaptasi kebiasaan baru (AKB) melalui skema zonasi Covid-19 sejak akhir Mei lalu.

“Dilihat dari resiko kenaikan kasus Covid-19 per kabupaten dan kota dapat kami sampaikan bahwa pada saat ini ada 53 kabupaten dan kota dengan resiko kenaikan kasus tinggi, 177 kabupaten dan kota dengan resiko sedang,” ujar Wiku Adisasmito, Ketua Tim Pakar Gugus  Tugas Covid-19, saat memberi keterangan pers di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, pada Rabu (1/7/2020).

Wiku melanjutkan terdapat 185 kabupaten dan kota dengan resiko rendah dan 99 kabupaten dan kota yang tidak terdampak atau tidak adanya kasus baru Covid-19.

“Terlihat perubahan dinamika peta zonasi ini paling tidak untuk resiko rendah dan tidak terdampak pada bulan mei ada 46,7 persen, pada 7 Juni turun menjadi 44,36 persen, kemudian membaik menjadi 52,53 persen pada 14 Juni dan meningkat lagi sebesar 58,37 persen pada tanggal 21 Juni, naik sedikit sebesar 55,44 persen pada 28 Juni,” tuturnya.

Dengan demikian, gambaran itu menunjukkan dinamika perubahan yang sering terjadi selama sebulan belakang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper