Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menampik bahwa dirinya ditanyai oleh tim penyidik KPK soal proyek pencetakan uang di Australia pada pemeriksaan hari ini, Kamis (25/6/2020).
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sempat mencuat skandal korupsi percetakan uang pada 1999. "Itu nggak ada hubungan dengan itu," kata Agus, Kamis (25/6/2020).
Dia pun enggan berkomentar terkait dengan kasus tersebut. "Oke, saya tidak komentar soal itu, udah ya," ujarnya singkat.
Kedatangan mantan Menteri Keuangan itu ke Gedung KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus rasuah kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Penyidik menelisik soal penganggaran e-KTP dari Agus.
Adapun, dugaan korupsi pencetakan uang ini sempat muncul pada medio 2014 silam, tepatnya pada akhir masa pemerintahan SBY. Berdasarkan pemberitaan Bisnis saat itu, SBY angkat bicara soal informasi WikiLeaks yang menyebut-nyebut dirinya beserta Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dalam skandal korupsi pencetakan uang kertas di Australia pada 1999.
Dalam konferensi pers di kediaman pribadinya di Puri Cikeas, Bogor, Kamis (31/7/2014), SBY membantah keterangan yang disebarkan oleh situs wisthblower tersebut. SBY mengutip keterangan Wikileaks pada 29 Juli 2014 yang menyebutkan kasus dugaan korupsi pencetakan uang senilai multi juta dolar dan melibatkan beberapa tokoh penting di Asia seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.
Dia mengaku telah menggali fakta dan informasi lengkap terkait dengan isu yang beredar setelah mengetahui pemberitaan tersebut. Dia juga sudah mendengarkan keterangan dari beberapa pihak, antara lain Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Menteri Keuangan Chatib Basri, dan Kapolri Jenderal Sutarman melalui sambungan telepon.
Dia membenarkan Indonesia pernah mencetak uang di Australia pada 1999. Ketika itu, ujarnya, jumlah uang yang dicetak mencapai 550 juta lembar dengan pecahan Rp100.000.
“Esensinya, memang benar Indonesia pernah mencetak uang di Australia, tahun 1999. Yang mencetak MPA di bawah naungan bank sentral Australia,” katanya sambil menegaskan bahwa kebijakan pengawasan dan pencetakan uang berada di bawah otoritas bank sentral setiap negara, bukan pada presiden maupun pemerintah.