Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik penyusunan kontrak kerja sama dalam kasus korupsi penjualan dan pemasaran pada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) melalui para saksi.
Hal itu didapat dari keterangan Manajer Order Management PT Dirgantara Indonesia Muhammad Faruq dan Supervisor Kontrak Usaha dan Legal PT Dirgantara Indonesia Basuki Santoso. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ).
"Penyidik mengkonfirmasi kepada para saksi mengenai penyusunan kontrak kerja antara PTDI dengan beberapa mitra dalam kegiatan usaha di PTDI," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (17/6/2020).
Sementara itu, Manajer Penagihan PT Dirgantara Indonesia Achmad Azar tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi pada Selasa (16/6/2020).
Sedianya yang bersangkutan bakal diperiksa sebagai saksi untuk tersangka tersangka mantan Asisten Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Bidang Bisnis Pemerintah Irzal Rizaldi Zailani.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh serta Arie Wibowo menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT Dirgantara Indonesia (Persero) untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.
Baca Juga
Rapat itu juga membahas biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.
"Selanjutnya Tersangka BS [Budi Santoso] mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerjasama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, namun sebelum dilaksanakan, Tersangka BS meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN," kata Firli.
Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penjunjukkan langsung. Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP)
PT Dirgantara Indonesia (Persero), pembiayaan kerjasama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.
Budi Santoso kemudian memerintahkan Irzal dan Arie Wibowo menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra atau keagenan. Irzal pun menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra atau agen.
“Mulai bulan Juni tahun 2008 sampai dengan tahun 2018, dibuat kontrak kemitraan atau agen antara PT Dirgantara Indonesia (Persero) yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama tersebut, seluruh mitra tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama,” kata Firli.
Selanjutnya, pada 2011, PT Dirgantara Indonesia (Persero) baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra, setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama 2011 sampai dengan 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) kepada 6 perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.
“Bahwa setelah keenam perusahaan mitra/agen tersebut menerima pembayaran dari PT Dirgantara Indonesia (Persero), terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT Dirgantara Indonesia (Persero) di antaranya Budi Santoso, Irzal, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh,” kata Firli.
Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia (persero) sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.
Atas perbuatannya, Budi Santoso dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana