Bisnis.com, JAKARTA - Hukuman ringan yang dituntutkan kepada dua terdakwa pelaku penyiraman terhadap Novel Baswedan ternyata sudah diprediksi sejak awal.
Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dua terdakwa itu, dituntut hukuman 1 tahun penjara setelah dinilai terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat.
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan melihat banyak kejanggalan selama proses penyidikan dan penuntutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya. Kejanggalan itu membuatnya sudah bisa menebak bahwa para terdakwa akan dituntut ringan.
Kejanggalan itu membuatnya enggan menonton jalannya sidang yang disiarkan langsung dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara di YouTube.
“Sejak awal saya sudah menyampaikan kejanggalannya, masa saya nonton, buang waktu betul rasanya ha-ha-ha,” kata dia, seperti dilansir Tempo, Sabtu (13/6/2020).
Novel sudah merasakan kejanggalan sejak anggota Brigade Mobil Ronny Bugis menyerahkan diri ke polisi pada akhir Desember 2019 dan mengaku sebagai pelaku penyiraman air keras. Penyerahan diri itu, disusul dengan ditangkapnya Rahmat Kadir Mahulette, anggota Brimob yang juga disangka menjadi pelaku penyerangan.
Setelah para pelaku ditangkap, Novel sempat meminta penyidik yang menangani kasus ini untuk menyebutkan alat bukti yang bisa menunjukkan bahwa kedua polisi itu benar-benar pelaku penyerangan.
Sebagai korban, Novel menganggap permintaannya itu tidak mengandung konflik kepentingan. Tapi, menurut dia, penyidik tak pernah menjelaskan alat bukti tersebut. “Penyidik tidak pernah bisa menjelaskan ke saya,” kata dia.
Ketika kedua terduga pelaku itu mulai disidangkan, Novel kembali meminta jaksa penuntut umum menyebutkan apa yang membuat mereka yakin bahwa kedua orang ini benar-benar pelaku penyiraman. Menurut dia, jaksa juga tak bisa menjelaskan. “Tidak bisa jelaskan semua, lalu terus gimana,” kata dia.
Saat sidang sudah berlangsung, Novel mengatakan ada sejumlah saksi penting yang tidak masuk berkas perkara. Dia sudah mengajukan ke jaksa agar para saksi diperiksa ke persidangan. Namun, saksi itu tak pernah dipanggil.
Selain saksi, Novel mengatakan alat bukti yang disodorkan ke persidangan juga janggal. Seperti, baju koko yang ia pakai saat penyiraman ada bagian yang terpotong. Sementara, ada pula bukti penting seperti botol tempat menampung air keras juga hilang. “Dari situ saya melihat tidak ada yang bisa diharapkan,” ujar dia.
Novel juga mengatakan ada kesan bahwa persidangan ingin mendorong kepada kesimpulan bahwa air yang disiram ke wajahnya adalah air aki. Padahal, Novel yakin betul bahwa cairan yang digunakan pelaku merupakan air keras.
“Tidak mungkin air aki sampai membuat luka di mata saya seserius ini, tidak mungkin air aki membuat muka saya harus dirawat di unit darurat luka bakar di Singapura general hospital, ditangani oleh dokter terbaik luka bakar di sana,” kata Novel.