Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pakar kesehatan menyatakan bahwa rencana melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mengimplementasikan skenario new normal di tengah pandemi Covid-19, harus berdasarkan kajian ilmiah dan terbebas dari campur tangan politis.
Pasalnya, menerapkan skenario normal baru di tengah pandemi Covid-19 yang belum surut, bukan kebijakan yang tanpa resiko. Apalagi, antivirus maupun vaksin untuk Covid-19 diprediksi belum akan tersedia dalam jangka waktu dekat.
Prof. Tikki Pangestu, Profesor Tamu di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore menyatakan bahwa banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan sebelum pemerintah menjalankan skenario new normal.
"Yang paling penting, skenario normal baru harus mengacu kepada hasil kajian ilmiah, ilmu pengetahuan dan bukti nyata atau fakta, serta bebas dari campur tangan politik. Seluruh pihak juga harus siap menghadapi berbagai perubahan dan berinovasi di era normal baru," ujarnya seperti dikutip Senin (8/6).
Tikki Pangestu juga menyampaikan hal tersebut dalam webinar bertajuk Life Post Covid-19: _What Does the New Normal Look Like? yang diselenggarakan Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) bekerja sama dengan SwissCham Indonesia dan NordCham Indonesia.
Menurutnya, pada setiap negara harus menentukan strategi masing-masing dalam menerapkan skenario normal baru. Negara perlu membuat keputusan berdasarkan konteks, kapasitas yang tersedia, dan situasi yang dialami.
Tikki menegaskan, pemerintah harus menerapkan kebijakan kesehatan yang rasional di era normal baru. “Pemerintahan harus berjalan secara efektif, namun kebijakan harus didasarkan pada bukti ilmiah dan ilmu pengetahuan, dan perlu dievaluasi implementasinya,” ujarnya.
Menurutnya pemerintah juga harus mempertimbangkan faktor lain dalam membuat kebijakan normal baru. Misalnya, sistem kesehatan harus diperkuat agar menjamin rumah sakit tidak kewalahan dalam menangani pasien.
"Pemerintah juga harus tetap responsif, bukan hanya terhadap pandemi Covid-19 tetapi juga masalah kesehatan lainnya," ujarnya.
Menurutnya semua pihak harus bekerja sama, mulai dari pemerintah, masyarakat, perusahaan, dan organisasi internasional.
"Semua harus bersatu, harus ada kemauan, dan komitmen untuk mengimplementasikan secara rasional kebijakan kesehatan masyarakat. Pemerintahan yang baik dan efektif harus berpegang pada bukti ilmiah, tetapi fleksibel dan bebas dari intervensi kepentingan politik,” jelasnya.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof. Amin Soebandrio menambahkan, masyarakat harus tetap meminimalkan risiko penularan Covid-19 melalui berbagai cara. " Misalnya, seperti menghindari keramaian dan melaksanakan protokol kesehatan di tempat kerja maupun tempat umum lainnya," ujarnya.
Ketua Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia (InaHEA) Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan, kunci sukses dalam menghadapi Covid-19 adalah disiplin.
“Korea Selatan bisa menjadi contoh, dimana pemerintahnya memiliki respons yang cepat di awal ketika Covid-19 masuk ke negaranya sehingga bisa menerapkan kebijakan new normal terlebih dahulu," ujarnya.
Sementara Amerika Serikat dinilai terlambat mendeteksi COVID-19. Penerapan new normal di Amerika Serikat saat ini juga masih menjadi perdebatan.
Hasbullah pun memperkirakan, vaksin Covid-19 tidak akan tersedia dalam beberapa waktu ke depan. Karena itu, untuk mempertahankan ekonomi di era new normal, solusinya adalah dengan menjaga kesehatan untuk mencegah infeksi Covid-19.
Di era normal baru, lanjutnya, semua pihak juga harus siap menghadapi berbagai perubahan dan sektor kesehatan akan memimpin perubahan ini.
“Nantinya, seluruh industri harus mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sektor ekonomi di era normal baru akan sangat tergantung pada sektor kesehatan,” ujarnya.