Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Angka Kematian akibat Covid-19 Tinggi, PM Swedia Jadi Target 'Serangan'

Perdana Menteri Swedia mati-matian mempertahankan strateginya dalam menghadapi pandemi Covid-19 setelah partai-partai oposisi meningkatkan kritik terhadap pemerintahannya.
Suasana di Kungstradgarden park di Stockholm, Swedia/ Bloomberg - Mikael Sjoberg
Suasana di Kungstradgarden park di Stockholm, Swedia/ Bloomberg - Mikael Sjoberg

Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Swedia 'mati-matian' mempertahankan strateginya dalam menghadapi pandemi Covid-19 setelah partai-partai oposisi mengkritik pemerintahannya.

Dengan angka kematian akibat penyakit Covid-19 atau virus Corona mencapai lebih dari 4.500 orang di Swedia, PM Stefan Lofven menjadi sasaran serangkaian kritik dalam sebuah debat antar para pemimpin partai yang disiarkan pada Minggu malam (7/6/2020) waktu setempat.

Ulf Kristersson, pemimpin partai oposisi utama yang dikenal sebagai Moderat, mengatakan "telah terjadi kegagalan mendasar yang jelas" dalam respons Swedia terhadap Covid-19.

Sikap para anggota parlemen di Swedia telah berubah pekan lalu, ketika pakar epidemiologi Anders Tegnell mengakui bahwa beberapa keputusan yang dilancarkannya mungkin salah arah.

Sejak virus  orona menyerang, Tegnell telah menyarankan pemerintah untuk membiarkan sebagian besar masyarakat tetap terbuka, dengan asumsi bahwa hal itu akan lebih berkelanjutan dalam jangka panjang.

Namun, laju angka kematian akibat Covid-19 di Swedia kini termasuk yang tertinggi di dunia. Bahkan, angkanya berkali-kali lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di wilayah Skandinavia. Seperti negara lain, kalangan lanjut usia di Swedia sangat terdampak virus mematikan ini.

"Kami tidak mendapatkan alat pelindung ke rumah perawatan lansia dengan tepat waktu, meskipun semua orang tahu bahwa penghuninya adalah golongan paling rentan," ujar Kristersson.

Tapi Lofven mengatakan tidak ada alasan untuk mengabaikan langkah pendekatan yang dilakukan Swedia. "Strateginya tepat,” ucap Lofven berargumen dalam debat pada hari Minggu.

Kendati demikian, Lofven mengakui masih ada ruang untuk perbaikan. “Kami memiliki terlalu banyak kematian dalam perawatan lansia. Pemerintah seharusnya menguji lebih banyak orang,” tambahnya, seperti dikutip dari Bloomberg.

Tekanan untuk Lofven meningkat ketika respons Swedia terhadap Covid-19 menempatkannya pada jalur yang sangat berbeda dari negara-negara yang memberlakukan lockdown lebih ketat.

Masyarakat Swedia tiba-tiba menghadapi pembatasan perjalanan di Uni Eropa karena tingginya tingkat infeksi di negara mereka. Sementara itu, warga Uni Eropa lainnya dapat bergerak bebas di seluruh kawasan ini setelah menjalani langkah pengendalian virus.

Sebuah jajak pendapat pekan lalu menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat Swedia terhadap penanganan krisis oleh pemerintah mereka telah merosot hampir 20 poin persentase menjadi kurang dari separuh populasi. Pada Minggu (7/6), pemimpin Demokrat Swedia yang anti-imigran menuntut Tegnell dipecat.

Sementara itu,  pemimpin partai oposisi Kristen Demokrat Ebba Busch mengkritik Lofven karena kurangnya kepemimpinan.

"Pemerintah Swedia sengaja membiarkan persebaran penyakit ini dengan besar. Dalam suatu kondisi krisis yang sulit, kita akan selalu seakan tanpa pemimpin selama pemerintah ini berkuasa,” lanjutnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper