Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tekanan Ekonomi dan Psikologis Picu KDRT selama Pandemi Covid-19

Survei Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan kaum perempuan rentah mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) selama masa pandemi Covid-19.
KDRT/ilustrasi
KDRT/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Survei Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan kaum perempuan rentah mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) selama masa pandemi Covid-19.

Karena itu, lembaga ini mendorong integrasi berperspektif HAM yang inklusif dan interseksional, dalam penerapan kebijakan normal baru. Intgegrasi dengan perhatian khusus pada perempuan itu bertujuan mencegah kerentanan baru pada kondisi kehidupan kaum hawa, termasuk pada kekerasan.

Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan mengatakan bahwa potensi kerentanan ini diperkuat oleh hasil temuan survei daring komisi itu tentang perubahan  dinamika rumah tangga dalam masa Pandemi Covid-19. Survei ini digelar pada April hingga Mei 2020.

Hasilnya, perempuan dan beberapa kelompok rentan lainnya di dalam keluarga selain rentan terpapar Covid- 19, juga menanggung dampak-dampak khas secara sosial, ekonomi dan psikis terkait peran sosialnya dalam keluarga dan masyarakat.

“Dengan pendekatan berperspektif HAM perempuan diharapkan perempuan lebih terlindungi termasuk dalam menghadapi persoalan beban majemuk, seperti kesehatan, pemiskinan, eksploitasi dan kekerasan,” ujarnya, Rabu (3/5/2020).

Hasil survei daring juga mengidentifikasi bahwa kerentanan pada beban kerja berlipat ganda dan kekerasan terhadap perempuan terutama dihadapi oleh mereka yang berlatar belakang kelompok  berpenghasilan kurang dari Rp5 juta/bulan, pekerja sektor informal, berusia antara 31-40 tahun, berstatus perkawinan menikah, memiliki anak lebih dari 3 orang, dan menetap di 10 provinsi dengan paparan tertinggi Covid-19.

Mereka, lanjutnya, merupakan kelompok paling terdampak baik dari segi kesehatan fisik dan psikis, sosial dan ekonomi dalam Rumah Tangga, dan rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Dia melanjutkan, beban pekerjaan rumah tangga selama pandemi secara umum masih ditanggung oleh perempuan, dibandingkan laki-laki. Mayoritas responden (96% dari 2285 responden), baik laki-laki dan perempuan, menyampaikan bahwa beban pekerjaan rumah tangga semakin banyak.

Jumlah perempuan yang melakukan pekerjaan rumah tangga dengan durasi lebih dari 3 jam berjumlah dua kali lipat daripada responden yang laki-laki. Diketahui pula bahwa 1 dari 3 reponden yang melaporkan bahwa bertambahnya pekerjaan rumah tangga mengaku stres.

Selain itu, dalam survei juga nampak kekerasan psikologis dan ekonomi mendominasi KDRT. Sebanyak 80% responden perempuan pada kelompok berpenghasilan di bawah Rp5 juta/bulan menyampaikan bahwa kekerasan yang mereka alami cenderung meningkat selama masa pandemi.
Kekerasan fisik dan seksual terutama meningkat pada rumah tangga dengan pengeluaran yang bertambah. Hal ini mengindikasikan pengaruh tekanan ekonomi pada potensi kekerasan di dalam rumah tangga.

“Kurang dari 10 persen perempuan korban melaporkan kasusnya ke pengadalayanan semasa Covid-19. Sebagian besar lebih memilih sikap diam atau hanya memberitahukan kepada saudara, teman,atau tetangga. Responden yang tidak melaporkan kasusnya terutama berlatar belakang pendidikan tinggi. Hampir 69 persen responden juga tidak menyimpan kontak layanan untuk dapat mengadukan kasusnya,” jelasnya lebih lanjut.

Menurutnya, literasi teknologi dan masalah ekonomi pada masa pandemi berkelindan dan menjadi faktor pendorong dalam mengakses layanan pengaduan, masalah Kerja dari Rumah (KdR) dan Belajar dari Rumah (BdR).

Jaringan internet yang tidak stabil, anggaran terbatas untuk kuota internet dan literasi teknologi merupakan permasalahan yang muncul selama pandemi. Masyarakat Indonesia, tuturnya, masih belum siap dengan teknologi daring dan infrastruktur teknologi belum tersedia secara merata di 34 provinsi di Tanah air, termasuk keamanan datanya.

“Sebagian besar responden menilai bahwa pemerintah belum siap menghadapi pandemi dari segi infrastruktur dan masih terfokus pada aspek medis. Responden menyoroti kesiapan di aspek teknologi dan informasi serta pemenuhan kebutuhan ekonomi, sosial, layanan publik bagi warga, termasuk sistem pendidikan di sekolah formal dan informal hingga perguruan tinggi. Ketegasan pemerintah juga menjadi catatan tersendiri, terutama dalam hal penerapan optimal kebijakan PSBB dan ketika masyarakat cenderung abai protokol kesehatan,” urainya.

Komisioner Alimatul Qibtiyah mengatakan, berefleksi pada temuan survei itu Komnas Perempuan merekomendasikan kepada pemerintah agar penerapan kebijakan normal baru mengintegrasikan perspektif hak-hak asasi manusia terutama kelompok-kelompok rentan perempuan dalam bencana.

Rekomendasi Komnas Perempuan kepada pemerintah tersebut, di antaranya memastikan kebijakan terkait penanganan pandemi mencakup pertimbangan dan terobosan penyikapan yang lebih komprehensif terhadap kerentananyang dihadapi perempuan.

Selain aspek kesehatan, kebijakan-kebjiakan tersebut perlu mempertimbangkan aspek sosial, budaya dan ekonomi, teknologi dan informasi, kesehatan mental, dan mengintegrasikan pencegahan kekerasan terhadap perempuan.

“Rekomendasi lainnya, mengembangkan skema bantuan ekonomi khusus bagi perempuan, dengan langkah afirmasi pada perempuan kepala keluarga, para pekerja di sektor informal, rumah tangga dengan jumlah anak yang lebih dari 3 hingga 5 orang anak, kelompok berpenghasilan rendah. Bantuan ekonomi ini perlu mencakup bantuan kebutuhan pokok, sekaligus memberikan peluang dan kesempatan kerja yang kreatif yang bisa dikerjakan di rumah,” jelasnya.

Selain itu, Pemerintah perlu mempersiapkan teknologi dan informasi yang cukup bagi masyarakat serta memastikan masyarakat Indonesia memiliki akses dan literasi komunikasi dan informasi digital, serta memastikan penyelenggaraan layanan tersedia dan gampang diakses bagi korban kekerasan yang akan mengadukan kasusnya.

Perhatian lebih perlu diberikan pada ketersediaan teknologi dan informasi, layanan kesehatan fisik dan mental, dana dan akses pengaduan yang ramah dan aman selama masa pandemi ini dan merata di 34 provinsi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper