Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eks-Komisioner KPU Wahyu Setiawan Didakwa Terima Gratifikasi dari Gubernur Papua Barat

Pemberian gratifikasi terkait proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat periode 2020-2025.
Wahyu Setiawan saat masih menjadi Komisioner KPU RI/Bisnis-Lalu Rahadian
Wahyu Setiawan saat masih menjadi Komisioner KPU RI/Bisnis-Lalu Rahadian

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan didakwa menerima gratifikasi Rp500 juta dari Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan. Gratifikasi atau hadiah itu diterima Wahyu melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo.

Pemberian gratifikasi terkait proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat periode 2020-2025.

Hal tersebut terungkap saat Jaksa KPK membacakan surat dakwaan terdakwa Wahyu Setiawan di PN Tipikor Jakarta, Kamis (28/5/2020). Uang senilai Rp500 juta itu diberikan lewat transfer antarbank.

Adapun Wahyu menggunakan rekening istri  dan sepupunya bernama Ika Indrayani, untuk menerima duit gratifikasi itu.

Transaksi terjadi pada 3 Januari 2020. Kala itu, Rosa Muhammad Thamrin Payapo diserahi titipan uang sebesar Rp500 juta dari Dominggus Mandacan.

Setelah menerima titipan uang tersebut, Rosa Muhammad Thamrin Payapo menyetorkannya ke rekening miliknya pada Bank Mandiri nomor 1600099999126 di Bank Mandiri Cabang Manokwari untuk nantinya ditransfer ke rekening terdakwa Wahyu.

"Selanjutnya Rosa Muhammad Thamrin Payapo memberitahukan Terdakwa I bahwa telah ada uang yang akan diberikan kepada Terdakwa I sekaligus meminta nomor rekening agar uang tersebut bisa ditransfer," ucap Jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan, Kamis (28/5/2020).

Adapun dugaan pemberian ini berawal saat Rosa bertemu Wahyu di ruang kerja eks-Komisioner KPU itu pada November 2019.

Wahyu dalam pertemuan itu menanyakan 'kesiapan' Gubernur Papua Dominggus Mandacan terkait proses seleksi calon anggota KPUD Papua Barat.

Saat itu Wahyu menanyakan 'bagaimana kesiapan Pak Gubernur, ah cari-cari uang dulu', yang dipahami oleh Rosa bahwa Terdakwa I selaku anggota KPU RI diyakini dapat membantu dalam proses seleksi calon anggota KPU Provinsi Papua Barat.

"Karena secara umum diketahui adanya keinginan masyarakat Papua agar anggota KPU Provinsi Papua Barat yang terpilih nantinya ada yang berasal dari putra daerah asli Papua," ujar jaksa.

Seusai perjalanan dari Jakarta, Rosa mengabarkan pertemuannya dengan Wahyu kepada Dominggus Mandacan. Hanya saja, kala itu, Dominggus tidak menghiraukan terkait permintaan uang.

Dominggus hanya mengatakan akan melihat perkembangan proses seleksi calon anggota KPUD Provinsi Papua Barat periode 2020-2025.

"Terdakwa I diyakini dapat membantu memperjuangkan calon anggota KPU Provinsi Papua Barat terpilih dengan imbalan berupa uang. Atas penyampaian tersebut Dominggus Mandacan merespons dengan mengatakan 'Nanti kita lihat perkembangan'," kata jaksa.

Proses seleksi, lanjut jaksa, diikuti sekitar 70 peserta termasuk di antaranya 33 orang peserta Orang Asli Papua (OAP).

Pada tahap wawancara dan tes kesehatan jaksa, ternyata hanya menyisakan delapan peserta seleksi, termasuk di antaranya tiga peserta yang merupakan putra daerah Papua yaitu Amus Atkana, Onesimus Kambu, dan Paskalis Semunya.

"Hal ini menyebabkan warga masyarakat asli Papua melakukan aksi protes (demonstrasi) di Kantor KPU Daerah Provinsi Papua Barat dengan tuntutan agar peserta seleksi yang nanti terpilih menjadi anggota KPU Provinsi Papua Barat harus ada yang berasal dari putra daerah Papua," tutur jaksa.

Agar situasi menjadi kondusif dan Pemprov Papua mengharuskan ada putra daerahnya terpilih menjadi anggota KPU Papua Barat, Dominggus akhirnya mengupayakan pemberian uang ke Wahyu melalui Rosa.

"Pada tanggal 20 Desember 2019, Rosa Muhammad Thamrin Payapo menghubungi Terdakwa I yang pada pokoknya membicarakan perkembangan situasi di Papua yang kurang kondusif terkait proses seleksi Calon Anggota KPU Provinsi Papua Barat periode 2020 - 2025 maupun arahan Dominggus Mandacan agar dari peserta seleksi yang tersisa, yaitu Amus Atkana dan Onesimus Kambu sebagai putra daerah Papua dapat dibantu dalam proses seleksi agar terpilih," ujar jaksa.

Atas perbuatan itu, Wahyu didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain Gratifikasi, Wahyu Setiawan didakwa menerima duit suap S$57.350 atau setara Rp600 juta. Duit panas itu diberikan dari Harun Masiku, lewat perantara Saeful Bahri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper