Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dan DPR tetap sepakat melaksanakan Pilkada 2020. Namun, masih ada kekhawatiran lantaran kurva kasus Covid-19 belum menunjukkan perlambatan yang signifikan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat yang terdiri dari berbagai organisasi dan tokoh publik seperti Netgrit, Netfid, Perludem, PUSaKO FH Unand, Puskapol UI, Rumah Kebangsaan, Kopel, JPPR, KIPP Indonesia, dan PPUA Disabilitas memulai petisi daring di laman change.org agar penyelenggaraan pilkada, yang semestinya digelar pada Desember 2020 ditunda ke 2021.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pilkada Sehat Hadar Nafis Gumay mengingatkan jika Pilkada tetap dilaksanakan pada Desember 2020, KPU memiliki dua opsi jadwal untuk memulai kerja tahapan pemilihan lanjutan, yakni 6 Juni atau 15 Juni 2020.
"Sementara sampai saat ini kurva kasus positif covid-19 masih terus meningkat. Juga, belum ada satupun peraturan KPU dapat digunakan sesuai dengan konteks pandemi," katanya Rabu (27/5/2020).
Hadar menegaskan sebelum membuat petisi mereka sudah berusaha menyalurkan pemikiran soal penundaan pilkada lewat diskusi ke Pemerintah, KPU, maupun Anggota Komisi II DPR RI, tapi mereka tetap pada pendirian untuk melaksanakan pilkada 2020.
“Pemikiran sudah kami salurkan lewat diskusi tapi pemerintah tetap pada pendirian untuk melaksanakan Pilkada Desember 2020. Karena itu kami memikirkan cara lain yaitu mengumpulkan aspirasi bahwa pilkada tidak seharusnya tetap dilakukan dengan kualitas yang menurun,” jelas Hadar.
Baca Juga
Dalam petisi di laman Change.org, Koalisi menjelaskan kalau dalam Perppu No.2/2020 yang dikeluarkan 4 Mei lalu tidak ada pasal-pasal mengenai teknis kepemiluan sesuai protokol kesehatan Covid-19 dan penyesuaian anggaran selama penyelenggaraan Pilkada. Dengan kata lain, tahapan Pilkada masih dijalankan dengan ketentuan di UU Pilkada yang ada.
Penyelenggaraan pilkada di masa pandemi juga dikhawatirkan akan memunculkan politisasi bantuan sosial sebagai media kampanye petahana-petahana kepala daerah.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini merangkum setidaknya ada tiga motif pemerintah menyelenggarakan pilkada 2020. Diantaranya adalah motif ekonomi. Pilkada 2020 akan seolah-olah memberi impresi kepada masyarakat kalau ekonomi baik-baik saja.
Kedua adalah motif politik, yakni petahana dan non-petahana yang tidak percaya diri jika pilkada dilaksanakan tahun 2021.
Ketiga adalah kurang serius dengan kondisi Covid-19 di Indonesia. Dampak Covid-19 dianggap tidak separah yang dibayangkan, karena jumlah kasus positifnya tidak sebanding dengan negara lain.
Titi menegaskan penting untuk menunda pilkada ke 2021 agar waktu, kesiapan, adaptasi dan kualitas pilkada tetap terjaga.
“Memaksakan penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi berpotensi menimbulkan lebih banyak mudarat daripada manfaat. Diantaranya, terpaparnya banyak orang yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada, politisasi bantuan sosial, kontestasi yang tak setara bagi peserta pemilu petahana dan non-petahana, dan turunnya partisipasi pemilih," ungkapnya.