Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterangan Budi Soetanto, saksi dalam kasus dugaan suap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Budi diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada 2011-2016, pada Jumat (15/5/2020). Adapun Nurhadi sudah ditetapkan sebagai tersangka dan kini buron.
"Penyidik KPK masih tetap mendalami keterangan saksi mengenai adanya dugaan aliran uang kepada tersangka NHD [Nurhadi] dan anak menantunya tersangka RH [Rezky Herbiyono]," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan resmi seperti dilansir Antara, Jumat (15/5).
Selain Nurhadi dan Rezky, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto juga sudah dinyatakan sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. Ketiganya masuk dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 11 Februari 2020.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Ada tiga perkara yang menyangkut para tersangka. Pertama, perkara perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) (Persero) pada 2010.
Baca Juga
Pada awal 2015, Rezky menerima 9 lembar cek atas nama PT MIT dari Hiendra untuk mengurus perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi No. 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN dan dalam proses hukum pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, agar dapat ditangguhkan.
Untuk membiayai pengurusan perkara tersebut, Rezky menjaminkan 8 lembar cek dari PT MIT dan 3 lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp14 miliar.
Namun, PT MIT kalah dan karena pengurusan perkara tersebut gagal, maka Hiendra meminta kembali 9 lembar cek yang pernah diberikan.
Kedua, pengurusan perkara perdata sengketa saham di PT MIT. Pada 2015, Hiendra digugat atas kepemilikan saham PT MIT.
Perkara perdata ini dimenangkan olehnya mulai dari tingkat pertama dan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Januari 2016.
Pada periode Juli 2015-Januari 2016 atau ketika perkara gugatan perdata antara Hiendra dan Azhar Umar sedang disidangkan di PN Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diduga terdapat pemberian uang dari Hiendra kepada Nurhadi melalui Rezky. Totalnya mencapai Rp33,1 miliar.
Penyerahan dana tersebut dilakukan dalam 45 kali transaksi dan ditujukan untuk memenangkan Hiendra dalam perkara perdata terkait kepemilikan saham PT MIT. Beberapa kali transaksi juga dilakukan melalui rekening staf Rezky.
Ketiga, penerimaan gratifikasi terkait perkara di pengadilan.
Nurhadi, melalui Rezky, diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp12,9 miliar dalam rentang Oktober 2014-Agustus 2016. Uang tersebut terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA serta permohonan perwalian.
Penerimaan-penerimaan tersebut tidak pernah dilaporkan oleh Nurhadi kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan gratifikasi.