Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Inggris Boris Johnson telah mengumumkan tahap pertama pelonggaran pembatasan sosial dan ekonomi atau lockdown di Inggris.
Dalam pidatonya Minggu malam, dia mengatakan upaya tersebut dimulai dengan tidak lagi membatasi waktu di luar ruang bagi masyarakat untuk berolahraga, serta membolehkan warga pergi ke taman atau pantai.
Langkah tersebut mendapat gelombang kritik dari politisi dan serikat buruh yang menganggap pemerintah akan menemui banyak rintangan untuk membuka kembali ekonomi saat situasi belum stabil.
Selain itu, Johnson juga membolehkan para pekerja yang tidak bisa bekerja dari rumah untuk kembali beroperasi, antara lain mereka yang bergerak di sektor manufaktur dan kontruksi.
"Bekerja dari rumah jika Anda bisa, tetapi Anda harus pergi bekerja jika Anda tidak bisa," kata Johnson, dilansir Bloomberg, Senin (11/5/2020).
Upaya pelonggaran lockdown juga meliputi sejumlah hal, yakni sekolah dasar mulai dibuka pada 1 Juni 2020, sedangkan siswa sekolah menengah belum diperbolehkan kembali ke sekolah sebelum September 2020.
Baca Juga
Selain itu, pekerja komuter tidak diperkenankan menggunakan transportasi umum dan disarankan mengemudi atau bersepeda. Aturan jarak sosial tetap berlaku.
Sementara bagi bisnis akan diberikan panduan tentang protokol keamanan agar terbebas dari penyebaran virus corona. Industri perhotelan dan tempat-tempat umum diharapkan dapatdibuka kembali setidaknya mulai Juli 2020.
Tindakan karantina akan segera diberlakukan pada semua penumpang udara yang tiba di Inggris, kecuali pelancong yang berasal dari Prancis. Hal itu sesuai pernyataan bersama Johnson dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Seruan untuk tetap tinggal di rumah dicabut dan digantikan dengan anjuran untuk teta waspada. Pemerintah juga akan mempublikasikan rincian rencana pelonggaran lockdown dalam dokumen 50 halaman hari ini.
Pemimpin Partai Buruh Keir Starmer mengatakan pernyataan Johnson menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Menurutnya, negara itu masih kekurangan kejelasan dan konsensus yang dibutuhkannya.
"Perdana menteri tampaknya secara efektif memberi tahu jutaan orang untuk kembali bekerja tanpa rencana yang jelas untuk keselamatan panduan yang jelas tentang bagaimana menuju ke sana tanpa menggunakan transportasi umum," kata Starmer dalam sebuah pernyataan.
Sebelum pernyataan itu, empat dari serikat buruh terbesar di Inggris meminta pemerintah untuk memastikan langkah-langkah keselamatan yang memadai sebelum mengizinkan orang untuk kembali bekerja. Serikat Pekerja Kereta Api, Maritim dan Transportasi Nasional mendesak anggota untuk menolak bekerja. Menurut kelompok itu, keselamatan dikompromikan dengan pesan pemerintah yang membingungkan dan kontradiktif tentang lockdown.
Jonathan Geldart, Direktur Jenderal Institute of Directors, mengatakan pedoman pemerintah harus jelas tentang bagaimana bisnis dapat kembali bekerja dengan aman.
"Sebagai orang dengan tanggung jawab hukum tertinggi, direksi perlu memiliki keyakinan bahwa itu aman, dan bahwa jika mereka bertindak secara bertanggung jawab mereka tidak akan berada pada risiko yang tidak semestinya," katanya dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu di Skotlandia, Menteri Pertama Nicola Sturgeon mengatakan bahwa sebagian besar pernyataan Johnson hanya berlaku untuk Inggris, dan menegaskan kembali bahwa pemerintahannya akan mempertahankan seruan untuk tetap di rumah. Pemerintah Wales mengatakan sebelumnya bahwa mereka juga tidak akan mengikuti jejak Johnson.
Di sisi lain, Johnson terperangkap di antara tekanan mengizinkan orang kembali bekerja dan ketakutan akan gelombang infeksi baru yang dapat kembali menutup perekonomian.
Departemen Keuangan sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan pekerja cuti untuk kembali bekerja paruh waktu sebagai bagian dari penarikan bertahap program retensi pekerjaan pemerintah.
Program ini akan dilanjutkan hingga September tetapi pada tingkat pengurangan 60 persen dari upah, turun dari 80 persen, dan juga akan menambah pekerja kembali secara paruh waktu.
Dalam pidatonya, Johnson mengatakan pemerintah tidak akan melakukan apa pun yang berisiko memicu gelombang baru infeksi Covid-19.
"Tentu saja kami akan memantau kemajuan kami secara lokal, regional, dan nasional dan jika ada wabah, jika ada masalah, kami tidak akan ragu untuk mengerem," kata Johnson.